MATA INDONESIA, JAKARTA – Beredar kabar bahwa pemerintah akan menarik atau memungut pajak baru dari pembelian pulsa ponsel dan listrik. Benarkah demikian?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, kabar soal penarikan pajak baru itu adalah berita bohong atau hoaks.
Pernyataan itu disampaikan terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pajak Penghasilan Atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.
Menkeu menjelaskan, pemungutan pajak penghasilan atau PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa dan PPh Pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikurangkan dalam SPT tahunan.
“Jadi tidak benar ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer,” kata Sri Mulyani dalam akun media sosialnya, seperti dilihat pada Sabtu 30 Januari 2021.
Ia juga menyebut, ketentuan dalam beleid tidak berpengaruh pada harga pulsa, token listrik, voucher atau kartu perdana.
Sebetulnya, lanjutnya, PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. PMK diteken dengan tujuan menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh produk telekomunikasi terkait, serta memberikan kepastian hukum.
Menurut Sri, soal pemungutan PPN pulsa atau kartu perdana ini dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN dan sebatas sampai pada distributor tingkat II (server).
“Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,” ujar Sri.
Untuk voucer, PPN tidak dikenakan atas nilai voucer, melainkan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.
Aturan sama juga berlaku untuk token listrik.