Gegara Kesetrum, Kaki Pesepakbola Ini Diamputasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, CHALCO – Pesepakbola muda asal Meksiko, Rodrigo Alain Cuevas harus menerima kenyataan pahit kakinya diamputasi karena kesetrum.

Rodrigo bermain di klub kasta ketiga Meksiko, Ciervos Chalco FC. Dia menceritakan kronologis yang membuat satu kakinya diamputasi di Facebook pribadinya.

“Saya pernah kesetrum, aliran listrik masuk ke kepala dan keluar melalui kaki kiri. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada semua yang mendukung saya secara finansial. Saya selalu berpikir saya sendirian di dunia ini selain keluarga saya. Saya benar-benar bersyukur,” tulis Rodrigo, dikutip dari The Sun, Jumat 29 Januari 2021.

Rodirgo menambahkan, saat kejadian, tak ada satu pun rumah sakit yang mau menerimanya karena semuanya penuh merawat pasien Covid-19. Beruntung, ibunya berhasil membawanya ke rumah sakit.

“Mereka mengatakan kami saya harus diamputasi karena sudah infeksi. Jika tidak diamputasi, nyawa saya terancam. Awalnya orang tua saya tak mau melakukannya, mereka mencari opini kedua karena mereka tahu saya mencintai sepak bola. Tapi dokter bilang sudah tak ada waktu lagi,” kata Rodrigo.

“Saya berpikir banyak hal, tapi saya harus tetap tenang dan menguatkan diri. Saya mengambil keputusan itu, karena di usia saya sudah boleh mengambil keputusan mengamputasi kaki.”

“Saya dapat pelajaran berharga, bahwa meskipun Anda sangat mencintai sesuatu, seperti olahraga atau apa pun yang kamu lakuan, jangan pernah mencintainya melebihi nyawamu. Percaya dan yakinlah pada Tuhan, karena Tuhan sangat bijak dan kuat,” ujar Rodrigo.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini