MATA INDONESIA, WASHINGTON – Sebagai perempuan pertama, sekaligus orang kulit hitam dan berdarah campuran Amerika-Asia Selatan yang menjadi wakil presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris akan mengemban harapan yang berat.
Pernyataan Harris dalam sebuah pidatonya telah membuatnya menjadi perhatian dunia, “Meskipun saya mungkin perempuan pertama di kantor ini (Gedung Putih), saya tidak akan menjadi yang terakhir.”
Sebelum diminta Joe Biden untuk mendampinginya menjadi wakil presiden, Harris merupakan senator junior untuk wilayah California sejak tahun 2017. Pada awalnya, Harris membidik Gedung Putih untuk menjadi presiden menghadapi Donald Trump. Namun, dalam prosesnya tidak mampu mengalahkan Biden.
Meskipun pencalonannya sebagai presiden gagal dan terus mendapat kritik dari anggota partainya yang berhaluan kiri, Harris memiliki catatan suara paling liberal di Senat AS atas dedikasinya membela hak LGBTQ, imigrasi, legalisasi ganja, dan pengendalian senjata.
Harris bergabung bersama Biden sebagai bintang politik dengan kemampuannya sendiri. Sebelum menjadi senator, Harris berkecimpung di dunia hukum dan menjabat sebagai pengacara andal di California. Pengalaman hukum dan advokasinya akan sangat berguna di Gedung Putih, terutama untuk reformasi polisi. Diketahui, Pemerintah AS telah berjanji untuk menata ulang dan menangani kesalahan sistemik kepolisian AS.
Dalam praktiknya, Harris kemungkinan akan mengikuti model kemitraan antara Joe Biden dan Barack Obama ketika keduanya menjabat sebagai wakil presiden dan presiden AS. Obama yang kala itu adalah pendatang baru dalam dunia politik, menunjuk Biden, seorang senator yang menjabat selama 35 tahun.
Sementara kini, Biden yang berusia 78 tahun dan menjadi presiden tertua dalam sejarah AS, menunjuk Harris yang menawarkan keseimbangan antara usia, jenis kelamin dan ras.
Barangkali publik akan membandingkan hubungan Biden saat bekerja sama dengan Obama sebelumnya, dan saat ini bersama Harris. Biden dan Obama memang memiliki hubungan persahabatan yang terkenal pada era pemerintahan mereka
Namun, dalam sebuah pernyataan yang dilontarkan Biden, tampaknya cukup menjawab kekhawatiran publik mengenai hubungannya dengan Harris. Biden mengungkapkan, belum ada satu pun keputusan yang dia buat tentang pemerintahannya tanpa dikonsultasikan dengan Harris terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan sedikit banyak kedekatan hubungan di antara mereka.
Menelusuri lebih jauh, persahabatan keduanya sebenarnya masuk akal lantaran Harris memiliki hubungan dekat dengan putra Biden, Beau Biden, yang meninggal karena kanker otak pada 2015 silam. Ini juga disinyalir menjadi salah satu alasan Biden meminta Harris untuk maju bersamanya dalam pemilu.
Meskipun demikian, pilihan Biden memperkenalkan Harris sebagai pasangannya dalam Konvensi Nasional Demokrat (DNC) 2020 mengejutkan segelintir orang, mengingat serangan tajam Harris yang ditujukan langsung ke Biden ketika mereka berdua bersaing untuk nominasi presiden dari Partai Demokrat.
Harris mungkin akan disalahkan atas kekurangan yang dirasakan di sini dan di tempat lain, dalam agenda progresif yang dijalankannya bersama Biden, oleh beberapa pihak terutama bagi mereka yang berhaluan kiri. Namun, Biden menaruh kepercayaan besar pada Harris. Sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Obama, Biden akan mencontohkan peran yang akan dilakukan Harris. Lebih lanjut, dia ingin Harris menjadi orang terakhir sebelum dia membuat keputusan penting dan untuk selalu mengatakan hal yang sebenarnya.
Secara historis, peran wakil presiden digambarkan sebagai peran konstitusional yang paling sulit dipahami dan paling sering diabaikan dalam pemerintahan federal.
Direktur Pusat Studi Kepresidenan Miller Centre di University of Virginia, Barbarra Perry menyebutkan, peran wakil presiden sebenarnya adalah menggantikan presiden. Kecuali jika presiden sakit parah atau meninggal, peran wakil presiden sebagian besar adalah duduk dan menunggu. Bagi sejumlah wakil presiden, dinamika itu berarti melakukan pekerjaan yang tidak diperlukan.
Kendati begitu, wakil presiden bukanlah peran yang bisa dianggap mudah. Sembilan dari 45 presiden AS terpaksa meninggalkan jabatan mereka sebelum masa jabatan berakhir, di mana delapan di antaranya karena kematian.
Wakil presiden mulai mengambil peran yang lebih besar pada tahun 1970-an, di bawah kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Saat pencalonan presiden, Carter merupakan mantan gubernur Georgia dan tidak memahami Washington, D.C. sehingga ketika dia memenangi pencalonan, dia menunjuk Walter Mondale, senator senior untuk wilayah Minnesota, sebagai wakilnya.
Meskipun hubungan antara Carter dan Mondale terbilang baru, kecocokan strategis mereka mengikuti pola usang wakil presiden yang menawarkan keseimbangan geografis atau ideologis kepada presiden. Praktik ini terus berlanjut dalam kancah politik AS hingga kini.
Hal itu tampaknya akan dirasakan selama pemerintahan Biden, di mana Harris akan mengikuti pola yang mirip dalam perannya sebagai wakil presiden.
Reporter: Safira Ginanisa