MATA INDONESIA, JAKARTA – Cerita Api di Bukit Menoreh karya MH Mintardja memang menjadi salah satu karya yang ciamik. Kisah yang diterbitkan ke dalam 396 jilid ini masih sangat digandrungi hingga saat ini.
Meski bukan bacaannya yang singkat, cerita ini tidak menjemukan untuk dibaca berulang kali. Sebab, bahasa yang dipakai pun mudah dimengerti. Berbeda dengan karya Mintardja yang terdahulu seperti Sabuk Inten yang masih menggunakan kata “Tuan” untuk menyebut anda, pada Api di Bukit Menoreh, kata “Tuan” itu sudah raib dari kamus kosa katanya.
Selain itu, adegan pertarungan pun digambarkan lebih masuk akal pada Api di Bukut Menoreh melalui gembaran teknik bela murni. Sebelumnya, Mintardja membawa pembaca pada khayalan yang luar biasa dalam sebuah pertarungan, seperti ilmu yang maha dahsyat yang ikuti dengan angin yang menderu-deru dan desingan senjata.
Cerita Api di Bukit Menoreh pun sangat sarat akan pelajaran berharga. Dari buku ini pembaca dapat mengetahui sebuah pepatah yang berbunyi “di atas langit masih ada langit” memang benar adanya.
Pembaca pun disuguhi perjalanan psikologis seorang tokoh yang bernama Agung Sadayu yang mulanya memiliki sifat penakut menjadi seorang pemberani. Bahkan, ia menjadi pendekar yang memiliki sifat kelembutan dan hati-hati dalam bertindak.
Walaupun bersifat fiksi, pembaca mampu mempelajari sejarah sebab seluruh cerita ditulis sesuai dengan kisah runtuhnya Dinasti Panjang menuju masa gemilang kekuasaan Kerjaan Mataram.
Pembaca pun dapat mengetahui jika hampir semua raja-raja Jawa, pada masa mudanya pasti berpergian ke seluruh pelosok Jawa. Mereka akan berguru kepada Linuwih untuk menempa diri dan menggali ilmu kanuragan.
Bahkan, diceritakan pula seorang tokoh yang bernama Ki Wastika yang mempu melihat masa depan dengan mengurangi wangsit atau pesan yang diterimanya dengan menggunakan pemusatan nalar budi.
Selain itu, istilah-istilah Jawa pun sering digunakan dalam buku ini seperti butulan, regol, seketheng, pendhapa, pringgitan, tlundak, gandok, senthong, pakiwan, dan sebagainya.
Hingga kini, cerita Api di Bukit Menoreh masih digemari oleh masyarakat Indonesia. Pada Oktober 2018, cerita ini dipentaskan melalui sendratari kolosal di acara Menoreh Art Festival (MAF).
Reporter: Diani Ratna Utami