PBNU: Pemerintah Jokowi Tidak Anti Ormas Islam

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pelarangan organisasi Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah, dinilai oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bukan berarti anti-Islam.

“Kalau anti-Islam, organisasi-organisasi lainnya tidak akan ada. Masih banyak organisasi, ada 80-an organisasi Islam masih tetap jalan,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud, di Jakarta, Minggu 3 Januari 2021.

Menurutnya, FPI dibubarkan karena tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai ormas. Jika FPI memiliki legal standing, dirinya meyakini tidak akan sampai dilarang.

Di sisi lain, Marsudi juga sepakat dengan alasan pemerintah melarang FPI karena dinilai berseberangan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dengan demikian, pelarangan FPI bukan karena organisasi yang dipimpin Rizieq Syihab itu berbasiskan Islam.

“Kalau karena Islam atau tidak, yang lain bubar juga. Ada banyak ormas Islam yang umurnya dengan Indonesia saja ada yang berdirinya sudah lebih dulu,” katanya.

Menurutnya, ke depan pemerintah perlu berdialog dengan semua ormas. Semua dilakukan untuk memastikan apakah berjalan sesuai ideologi bangsa atau tidak.

“Mengetengahkan yang di ujung kanan dan mengetengahkan yang di ujung kiri. Itu disebut tawassuth atau tawajul, tawassuthiyah, semuanya ke tengah,” ujar Marsudi.

FPI tidak lagi memiliki legal standing sejak Juni 2019 karena tidak bisa memenuhi surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas. Selain itu, pemerintah mencatat FPI banyak melanggar hukum. Sebanyak 35 anggota/pengurus FPI terlibat terorisme, 206 anggota/FPI terlibat tindak pidana umum lainnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Stok BBM Dipertahankan Rata-Rata 20 Hari untuk Menjamin Kebutuhan Jelang Nataru

Oleh: Anggina Nur Aisyah* Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025/2026, pemerintah menegaskankomitmennya dalam menjamin ketersediaan energi nasional melalui kebijakan strategismenjaga stok bahan bakar minyak pada rata-rata 20 hari. Kebijakan ini menjadi buktinyata kesiapan negara dalam mengantisipasi peningkatan kebutuhan masyarakatselama periode libur panjang, sekaligus memperkuat rasa aman publik terhadapkelangsungan aktivitas sosial, ekonomi, dan keagamaan. Penjagaan stok BBM tersebutmencerminkan perencanaan yang matang, berbasis data, serta koordinasi lintas sektoryang solid antara pemerintah, regulator, dan badan usaha energi nasional. Perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kesiapan menghadapi arus Natal dan Tahun Baru memperlihatkan bahwa sektor energi ditempatkan sebagai prioritas utamadalam pelayanan publik. Presiden memastikan bahwa distribusi bahan bakar berjalanoptimal seiring dengan kesiapan infrastruktur publik, transportasi, dan layananpendukung lainnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan energimasyarakat tidak hanya dipandang sebagai aspek teknis, melainkan sebagai bagian daritanggung jawab negara dalam menjaga stabilitas nasional dan kenyamanan publikselama momentum penting keagamaan dan libur akhir tahun. Langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan mengaktifkan kembali Posko Nasional Sektor...
- Advertisement -

Baca berita yang ini