MATA INDONESIA, JAKARTA – Joseph Stalin yang terlahir dengan nama Iosep Dzhugashvili, lahir di Gori, Georgia, 18 Desember 1878. Saat itu, Georgia masih menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia.
Stalin juga merupakan pemimpin Partai Komunis yang paling lama berkuasa di Uni Soviet. Seperti revolusioner lainnya, Stalin mengadopsi nama alias yang lebih terkenal dibanding nama aslinya.
Berdasarkan dokumen dari BBC, Stalin akhirnya mengubah nama ejaannya menjadi Joseph dan nama patronimnya menjadi Vissarionovich. Sementara nama keluarganya menjadi Stalin yang secara harfiah berarti “Man of steel” atau manusia baja.
Ayahnya, Besarion Dzhugashvili adalah seorang pembuat sepatu yang cukup sukses di zamannya. Namun, ketika zaman berubah, ayahnya tak mampu mengikuti mode yang menyebabkan bisnisnya bangkut.
Keluarga Dzhugashvili pun jatuh miskin dan memaksa mereka harus pindah rumah sebanyak sembilan kali dalam 10 tahun! Selain itu, ayah Stalin menjadi seorang pemabuk dan sering memukuli ibunya dan dirinya.
Demi menyelamatkan Stalin, ibunya membawa ia pindah ke kediaman teman keluarganya, Pastor Christopher Charkviani. Demi menghidupi anaknya, sang ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di beberapa keluarga.
Meski hidup kekurangan, sang ibu bertekad menyekolahkan Stalin setinggi mungkin. Pada 1888, Stalin masuk ke sebuah sekolah yang dikelola gereja Ortodoks Rusia.
Di sana, ia menunjukkan kecerdasannya serta memperlihatkan bakat di bidang seni lukis dan drama. Stalin juga pandai menulis puisi dan bergabung dalam paduan suara gereja. Di sisi lain, Stalin kecil juga gemar berkelahi.
Saat menimba ilmu di Seminari Tiflis, diam-diam Stalin membaca buku karya Karl Marx dan para pemikir sayap kiri lainnya.
Tahun 1900, Stalin menjadi aktivis politik dan terlibat dalam banyak unjuk rasa buruh dan mogok kerja. Kemudian, ia bergabung dengan kelompok Bolshevik, sayap militan gerakan sosial demokrat. Di sanalah ia mengenal dan banyak belajar dari sosok Vladimir Lenin. Sejak tahun 1902, Stalin mulai menjadi langganan tahanan polisi.
Akhir masa Kekaisaran Rusia, Stalin dikenal sebagai pengikut Partai Bolshevik di bawah pimpinan Lenin dengan kontribusi yang bersifat praktis. Tahun 1907, ia ikut melakukan perampokan sebuah bank di Tiflis.
Setelah revolusi Bolshevik berakhir pada Maret 1917, Stalin bersama Lev Kamenev mendominasi kebijakan partai. Keduanya memperjuangkan kebijakan moderasi dan kooperasi dengan pemerintah sementara. Sebagai ahli nasionalisme, ia menjadi pilihan Lenin untuk mengepalai Komisariat Hubungan Kebangsaan.
Ketika Lenin meninggal, ia bergabung dengan Grigory Zinovyev dan Kamenev untuk memimpin negara. Dengan sekutunya, Stalin mampu menyingkirkan kandidat kuat yang akan menggantikan Lenin.
Tahun 1929, ia mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin Uni Soviet. Setahun setelahnya, Stalin mengampanyekan teror politik besar-besaran. Pembersihan, penahanan, dan deportasi ke kampung kerja paksa terjadi secara luas.
Mantan rekan politiknya seperti Zinovyev, Kamenev, dan Bukharin dituduh melakukan kejahatan terhadap negara dan akhirnya dihukum mati. Banyak pemimpin partai, pelaku ekonomi, dan militer dinyatakan hilang ketika masa pemerintahannya. Ketakutan juga ditimbulkan oleh agen rahasia KGB yang dibentuk untuk memperkuat posisinya.
Pada Perang Dunia II, Stalin berpihak kepada Sekutu. Ia memimpin perang melawan Adolf Hitler dan Nazi Jerman. Dengan memobilisasi rakyat, ia melakukan penyerbuan besar-besaran pada pertempuran Stalingrad. Langkah ini tentu menewaskan banyaknya korban jiwa.
Masa terakhir hidupnya, Stalin masih berambisi melakukan teori baru meski kondisinya sudah melemah. Pada Januari 1953, ia memerintahkan untuk menahan dokter-dokter di Moscow karena sebagian besar orang Yahudi. Namun, niatnya belum terlaksana karena ia lebih dulu menghembuskan nafas terakhirnya.
Reporter : Afif Ardiansyah