Abdul Mu’ti Ajak Umat Islam Bijaksana Tanggapi Persoalan Omnibus Law

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Aksi demo dalam rangka menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu berujung anarkis. Bahkan dalam beberapa waktu ke depan, mahasiswa maupun komunitas buruh akan kembali menggelar aksi serupa di daerah Jabodetabek.

Rencana tersebut pun ditanggapi dari Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Ia menghimbau kepada segenap umat muslim di Indonesia untuk tetap menjaga situasi tetap kondusif.

“Soal kontroversi RUU Cipta kerja seharusnya tidak menguras dan menghabiskan energi kita semua. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat, saya kira itu sesuatu yang wajar. Karena dalam demokrasi, perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan,” ujarnya dalam cupliakn video pada akun youtube @adelard Channel, Senin 12 Oktoner 2020.

Meski demikian, ia tak setuju kalau ada demo lanjutan, apalagi dibumbui dengan aksi anarkis. Abdul mengatakan, bagi masyarakat yang berkeberatan bisa menempuh 3 jalur.

Yang pertama, menunggu hingga 30 hari hingga RUU ini resmi diundangkan oleh pemerintah. Selain itu, DPR sendiri masih melakukan revisi karena banyaknya masukan dari partai-partai dalam sidang paripurna.

Yang kedua, melakukan telaah pada pasal-pasal yang dalam RUU tersebut. Dan kalau memang ada pasal yang bertentangan dengan UUD 1945, maka masyarakat bisa menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Yang ketiga, semua masyarakat diharapkan untuk bersikap dewasa, arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini. “Janganlah karena persoalan (pengesahan UU Cipta Kerja) ini, persatuan dan kesatuan kita terkoyak-koyak,” kata Guru Besar Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu.

Ahmad juga mengingatkan agar masyarakat tak membawa persoalan ini keluar dari substansi sebenarnya. Bahkan kata dia, bila perlu tak usah ada aksi demo lagi.

“Betul bahwa hak menyampaikan pendapat lewat demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945. Tapi demonstrasi iu harus dilaksanakan berdasarkan dengan UU yang berlaku. Demonstrasi jangan disertai dengan kekerasan dan perbuatan yang menimbulkan kerusakan maupun kerugian bagi masyarakat,” katanya.

Ia juga mengatakan bahwa aksi demo jangan dilakukan sebagai sarana pelampiasan kebencian. Di mana dalam demo itu terlontar kata-kata yang menyerang pihak lain hingga bernuansa SARA.

“Aksi demo tentunya harus menunjukkan tingkat keadaban kita. Cerminan keadaban kita ini tercermin dari bagaimana cara kita berdemokrasi dan bagaimana bangsa ini berdemonstrasi,” ujarnya.

Masyarakat juga disarankan untuk tidak cepat terprovokasi dengan isu-isu yang tidak jelas kebenarannya. Untuk itu, ia menghimbau agar segenap umat muslim agar tidak menyebarkan informasi yang tak diketahui sumbernya. Apalagi informasi ini berisi hal-hal yang berpotensi memecah persatuan bangsa dan melemahkan kerukunan umat.

Selain itu, jangan menyebarkan informasi yang tak sesuai dengan tuntunan agama kepada orang lain. “Kita seharusnya menjadi muslim yang cerdas dan tercerahkan. Informasi yang tidak baik kita diamkan saja dan kita ganti dengan informasi yang baik, benar, akurat sehingga mendatangkan ketenangan dan kedamaian,” katanya.

Ahmad juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak berprilaku anarkis karena justru memberikan keuntungan bagi segelintir orang yang mencoba mengail di air keruh.

“Mudah-mudahan kita sekalian senantiasa diberikan pertolongan oleh Allah agar terhindar dari perpecahan,” ujarnya.

Ia juga menganjurkan kepada publik agar lebih fokus kepada masalah pandemi corona (covid-19) dan isu resesi ekonomi yang menghantui Indonesia. “Karena itu, semua pihak hendaknya berbicara dari hati ke hati. Perlu dialog antara pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini