Sejarah Kota Bandung di Era Penjajahan Belanda

Baca Juga

MATA INDONESIA, BANDUNG – Kondisi alam Bandung yang sejuk dan nyaman segera memikat hati H. F. Tillema, seorang ahli kesehatan Belanda yang bertugas di Semarang.

Ia pun segera meminta kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda masa itu, J. P. Graaf van Limburg Stirum untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Bandung.

Sebagai pemanis, ia pun membandingkan dengan strategi Inggris di India. Inggris pernah memindahkan ibu kota daerah koloni India, dari Kalkuta ke New Delhi di pedalaman.

Apalagi kondisi Bandung saat itu sedang tumbuh menjadi kota yang ramai sejak Daendels mendirikan kompleks pemukiman di sana, sembari membangun jalan raya Pos dari Anyer ke Panarukan.

Gayung bersambut, usulan Tillema disambut baik oleh J. Klopper, rektor Magnificus Bandoengsche Technische Hoogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1920.

Pemindahan ibu kota Hindia Belanda pun dieksekusi menjelang 1920, diawali perpindahan kantor Jawatan Kereta Api Negara, Pos dan Tilpon, Departement van Geovernements Bedrijven (GB) yang membawahi Dinas Pekerjaan Umum. GB menempati Gedung Sate yang dibangun dengan biaya 6 juta Gulden dan dirancang oleh arsitek J. Gerber.

Lalu diikuti oleh perpindahan sebagian Departemen Perdagangan dari Bogor, Kantor Keuangan, dan Lembaga Cacar yang bergabung dengan Institut Pasteur.

Selain itu, ada juga Staatsspoorwegen atau Jawatan Kereta Api Negara, Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT), Jawatan Metrologi hingga Jawatan Geologi juga ikut pindah.

Kementerian Pertahanan (Departement van Oorlog) sendiri sudah secara bertahap sudah memindahkan personilnya sejak 1916. Sebelumnya, mulai 1898 pabrik mesiu di Ngawi dan pabrik senjata atau Artillerie Constructie Winhel dari Surabaya sudah terlebih dahulu pindah.

Menurut Haryoto Kunto dalam Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (2014), pemindahan ibu kota ini disambut antusias oleh para pengusaha. Mereka sigap memindahkan kantor pusat dagangnya ke Bandung.

Streefland pemilik perusahaan Oliefabrieken, tercatat sebagai pengusaha swasta pertama yang memindahkan kantor pusatnya ke Bandung, yakni ke Jalan Braga yang letaknya persis di samping jalur kereta api Bandung-Cicalengka.

“Kemudian berturut-turut menyusul perusahaan asing: Baldwin Locomotive Works, Rhein Elbe Union, Siemens Schuckert Werke, Siemens en Halske, Dieckerhoff en Widmann, dan masih beberapa perusahaan internasional lainnya yang diboyong ke Bandung,” tulis Kunto.

Selanjutnya ada pembangunan Radio Malabar (diresmikan pada 1923) yang menghubungkan Hindia Belanda dengan Kerajaan Belanda. Hal ini juga dinilai terkait pemindahan ibu kota. Peristiwa bersejarah dalam dunia telekomunikasi itu diabadikan dalam lagu “Hallo Bandoeng” dan sebuah monumen yang kini telah dihancurkan, bersalin rupa menjadi masjid.

Pemindahan terakhir adalah kantor Gubernur Jenderal, yang dipindahkan pada awal Maret 1942, ketika Belanda mulai ditekan oleh Jepang di Batavia. Beberapa hari kemudian, Belanda menyerah kepada Jepang pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Tjarba van Starkenburg Stakhouwen.

Ditambah dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan revolusi di rentang tahun 1945 hingga 1949, memaksa Belanda mesti hengkang dari tanah jajahannya setelah pengakuan kedaulatan pada 1949. Otomatis, impian untuk memindahkan ibu kota ke Bandung tinggal kenangan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini