Bareng Amy Winehouse, Sederet Artis Ini Juga Masuk ‘The 27 Club’ atau Meninggal di Usia 27 Tahun

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari ini, 14 September 2020 Penyanyi Jazz cantik asal Inggris, Amy Jade Winehouse berulang tahun. Jika ia masih hidup, usianya kini 37 tahun. Amy ditemukan tak bernyawa di usianya yang ke-27 tahun akibat keracunan alkohol pada Juli 2011 silam. Kematiannya menambah daftar panjang musisi dunia yang juga meninggal diusia 27 tahun.

Tak hanya Amy, sebelumnya ada sejumlah musisi papan atas internasional yang juga bernasib sama dengannya, yakni meninggal di usia 27 tahun. Deretan musisi itu disebut dengan The 27 Club.

Biasanya, para musisi itu tutup usia dengan cara yang kontroversial, mulai dari bunuh diri, overdosis obat-obatan terlang, kecelakaan dan sebagainya. Klub tersebut semakin terkenal mengingat banyak pula musisi yang meninggal di usia 27 tahun.

Selain Amy, siapa aja sih musisi dunia yang kini masuk dalam The 27 Club? Nih simak!

  1. Jimmi Hendrix
Jimmi Hendrix

Jimi Hendrix adalah musisi yang snagat popular asal Amerika. Ia merupakan seorang gitaris yang disebut-sebut paling berpengaruh dalam sejarah musik rock dunia. Pemilik nama asli Johnny Allen Hendrix ini lahir pada 27 November 1942 di Seattle, Washington DC, Amerika Serikat.

Jimi Hendrix meninggal di usia 27 tahun pada 18 September 1970, di Notting Hill, London, Inggris. Saat itulah ia tergabung dalam The 27 Club sebagai musisi yang meninggal di usia 27 tahun.

2. Jim Morrison

Jim Morrison

Selanjutnya ada Jim Morrison. Ia dikenal sebagai vokalis, penulis lagu dan juga leader di band rock-nya The Doors. The Doors merupakan salah satu band legendaris sepanjang masa karena keunikan lirik khas karangan Morrison yang menjadikan band tersebut menjadi salah satu kelompok musik terbesar di dunia.

Jim Morrison meninggal diusia 27 tahun di Paris, Prancis. Kematiannya pun konon masih menjadi sebuah misteri. Namun, menurut kabar, Morrison tutup usia akibat serangan jantung.

3. Kurt Cobain

Kurt Cobain

Siapa yang tak kenal musisi dunia pentolan band grunge Nirvana, Kurt Cobain? Tentu hampir seluruh pecinta musik tahu tentang namanya.

Kurt Kobain adalah penyanyi, penulis lagu dan seorang gitaris. Ia sukses Bersama band-nya Nirvana, lewat salah satu lagu yang paling terkenal yaitu “Smells Like Teen Spirit.” Sama halnya dengan musisi yang lain, Cobain meninggal di usia 27 tahun di Seattle, Washington, Amerika pada tahun 1994 karena bunuh diri.

4. Anton Yelchin

Anton Yelchin

Tak hanya musisi, pemain film sekaligus bintang Star Trek, Anton Yelchin juga masuk bagian The 27 Club yang meninggal di usia 27 tahun. Ia meninggal pada tahun 2016 lalu akibat sebuah kecelakaan.

Pada saat itu, Anton tertabrak mobilnya sendiri yang melaju mundur di jalanan rumahnya yang menurun. Badan Anton tergencet pada tiang kotak pos dan menyebabkan nyawanya tak tertolong.

5. Janis Joplin

Janis Joplin

Terakhir, ada musisi asal Texas, Amerika Serikat, Janis Joplin. Ia merupakan penyanyi, penulis dan arranger lagu yang terkenal pada era 1960-an. Kemudian mencapai puncak kesuksesannya pada akhir tahun 60-an.

Karier Joplin yang melejit memang tak lama. Pada tahun 1970, Joplin meghembuskan napas terakhir akibat overdosis di Los Angeles, Amerika.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini