Soal Dirut PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka KPK, Ini Kata Jokowi

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait penetapannya Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir sebagai tersangka. Dirinya memberikan kewenangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Saya serahkan semua prosesnya hukumnya kepada KPK,” ujar kata Jokowi di JCC Senayan Jakarta, Rabu 24 April 2019.

Pengumuman tersangka Sofyan dilakukan KPK pada Selasa, 23 April kemarin. Sofyan diduga terlibat dalam pusaran kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.

“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dengan tersangka SFB (Sofyan Basir) diduga membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Sofyan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. KPK menduga Sofyan membantu mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pengusaha bernama Johanes Budisutrisno Kotjo.

Awalnya Kotjo ingin mendapatkan proyek itu tetapi kesulitan berhubungan dengan PLN. Kotjo kemudian meminta bantuan kawan lamanya yaitu Setya Novanto yang saat itu juga menjabat Ketua DPR.

Novanto kemudian mengarahkan Kotjo pada Eni yang bermitra dengan PLN sesuai dengan Komisi VII di mana dirinya bertugas. Singkat cerita, Eni memfasilitasi pertemuan Kotjo dengan Sofyan selaku Direktur Utama PLN hingga berbagai pertemuan terjadi. Sofyan pun sudah pernah diperiksa di tingkat penyidikan maupun pada saat persidangan.

Setelahnya transaksi suap antara Eni dengan Kotjo terjadi. Dalam perjalanannya Novanto tersandung kasus korupsi proyek e-KTP yang membuat Eni ‘berpaling’ pada Idrus Marham selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar.

Idrus pun disebut mengarahkan Eni meminta uang pada Kotjo untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Sebab Idrus disebut ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini