MATA INDONESIA, – Bulan Agustus kerap identik dengan hal-hal yang meriah, sukacita, semangat, dan pengorbanan. Dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun RI, nilai-nilai tersebut dikemas dengan rangkaian kegiatan khusus, antara agenda menghias dan membersihkan kawasan tinggal, karnaval dengan tampilan seni, tirakatan di malam hari sebelum kemerdekaan tiba, upacara detik-detik proklamasi, dan perlombaan.
Namun demikian, wabah COVID-19 di Indonesia membuat kegiatan peringatan tersebut banyak yang dihentikan. Hal ini menanggapi himbauan pemerintah untuk tidak menyelenggarakan kegiatan yang memicu perkumpulan massa. Sebagai contoh di Surabaya, karnaval dan tampilan seni sebagai agenda rutin Pemkot tertunda, upacara hanya untuk undangan terbatas, tirakatan dihimbau untuk ditiadakan begitu pula dengan perlombaan.
Bukan berarti tinggal diam, perlu strategi dan kesadaran tinggi para warga untuk menyelenggarakan rangkaian kegiatan tersebut sesuai prosedur masa kenormalan baru. Bagi kegiatan yang masih bisa ditoleransi, akan tetap diadakan seperti kerja bakti membersihkan dan menghias kawasan tinggal. Misalnya kerja bakti, warga tidak melakukan serentak, namun secara bergantian hari di akhir minggu. Memang waktu yang dibutuhkan lebih banyak, tapi semata-mata untuk menghindari kerumunan warga. Baik halnya dengan perlombaan, diadakan dalam lingkup kecil.
Masa normal, bermacam lomba diadakan dan dapat diikuti oleh seluruh kalangan, mulai batita hingga orangtua, laki-laki hingga wanita. Jenis lomba pun menyesuaikan ketertarikan dan kemampuan warga setempat atau yang akan mengikuti lomba. Namun semenjak masa pandemi, perlombaan hanya dibatasi dengan jumlah peserta dan bisa diikuti oleh kalangan tertentu, maksudnya tidak semua lapisan masyarakat dapat memilih jenis lomba yang mereka inginkan.
Dari panjangnya rangkaian kegiatan kemerdekaan, di kampung saya hanya mengadakan kerja bakti menghias dan membersihkan kawasan tinggal dan perlombaan kecil-kecilan. Meskipun perlombaan sempat hampir ditiadakan, tapi warga sepakat untuk tetap ada dengan memperhatikan protokol kesehatan. Jenis lomba pun juga disesuaikan dengan keadaan pandemi. Keterbatasan lomba inilah, hanya sebagian warga saja yang turut berpartisipasi sebagai peserta. Salah satu lomba yang menarik dan unik adalah lomba menanam.
Berawal dari inisiatif warga pada masa awal pandemi dahulu, kampung saya rutin memberikan donasi bahan pangan mentah yang digantung-gantungkan di ujung gang. Bagi siapapun yang lewat, boleh mengambil, asal dengan bijak dan diutamakan warga RT setempat. Setelah sedikit demi sedikit warga mulai bangkit dari kesulitan bahan pangan karena terdampak secara finansial, akhirnya kegiatan ini pun tidak berlangsung lama. Sebagai gantinya, warga satu persatu mulai menanam sayur-sayuran yang mudah di rawat di halaman rumah masing-masing. Entah siapa yang memulai, energi menanam lama-kelamaan menjalar hingga ke seluruh rumah warga di kampung saya.
Dari sinilah, warga merundingkan agar salah satu lomba yang diadakan mengusung semangat menanam sebagai penyiapan lumbung pangan secara mandiri. Lalu setelah disepakati, lomba menanam pun diadakan yang dimulai lebih cepat dua bulan dari biasanya. Jika biasanya lomba diadakan pada akhir Juli, maka sekarang akhir Mei sudah dimulai.
Persyaratan lomba mudah dan hanya membutuhkan sedikit biaya. Peserta hanya perlu benih sayur yang sudah ditentukan, media tanam berupa apa saja dapat melalui hidroponik ataupun tanah, pot dari apapun yang dapat dijadikan pot, dan satu yang terpenting adalah ketelatenan. Peserta dibebaskan untuk memberikan pupuk organic ataupun kimia sesuai kemampuan. Selain itu, warga tetap dapat menanam tanaman sayuran lain. Karang taruna sebagai panitia lomba hanya menyediakan bibit sayur yang dilombakan seperti tomat dan cabai, tanah dan rockwool bagi warga yang memilih hidroponik. Selain hasil tanaman, lomba yang turut mendukung adalah lomba menghias pot.
Kami mengira jika lomba nantinya hanya dapat diikuti oleh ibu-ibu saja, nyatanya anak kecil, remaja, dan bapak-bapak pun bisa ikut partisipasi. Mereka ikut membantu menyiram tanaman, menempatkan tanaman di lahan yang terkena matahari langsung, hingga menyusun trik khusus agar tanaman cepat tumbuh dengan pupuk organic.
Hal lainnya, lomba ini juga bisa memicu kepedulian warga selama pandemi, karena sama-sama saling berhati-hati dengan mengurangi porsi komunikasi. Jika biasanya warga hanya bertegur sapa sambil lalu, sekarang warga dapat lebih lama berinteraksi sambil menengok tanaman tetangga lain. Saling memuji, bahkan membantu menyiramkan jika tetangga tersebut tidak sempat menyiram.
Penilaian ditentukan melalui seberapa subur tanaman, berapa banyak buah yang mulai muncul, dan kelayakan proses menanam seperti tanaman yang sudah besar sebaiknya ditempatkan di pot yang lebih lebar. Warga yang memenangkan perlombaan akan mendapatkan hadiah berupa alat-alat berkebun dan pupuk kandang. Warga yang menanam sayur-sayuran lain seperti bayam dan kangkung, pada malam hari tirakatan, saling membagikan makanan hasil olahan kebun sendiri ke rumah-rumah warga.
Bukan hadiah yang kami nanti, namun semangat akan pengorbanan waktu, dan buah yang dapat dinikmati menjadi makna untuk warga kampung kami bahwa kemerdekaan tidak hanya dimaknai sebagai tindakan heroic mengenang jasa para pahlawan saja, namun juga heroisme menjadi pahlawan pangan bagi keluarga.
Penulis: Setya Mahanani
Ig: @choctchips
Fb: @Setya Mahanani