Kontroversi Kuil Yasukuni dan Peringatan 75 Tahun Berakhirnya Perang Pasifik

Baca Juga

MATA INDONESIA, TOKYO – Tangan Jenderal Yoshijiro Umezu gemetar. Sebagai wakil Angkatan Bersenjata Jepang, ia harus menandatangani dokumen tanda menyerahnya Jepang kepada Sekutu yang diwakili Amerika Serikat. Bersama Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu dan disaksikan Jenderal Richard K Sutherland dan Jenderal Douglas MacArthur, dokumen tersebut menandai takluknya Jepang setelah dua kota mereka, Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat sehingga menimbulkan ratusan ribu korban jiwa.

Penyerahan Jepang yang terjadi pada 2 September 1945 kepada Sekutu menandai akhir Perang Dunia II atau dikenal Perang Pasifik yang dilakukan di atas kapal USS Missouri di Teluk Tokyo. Namun sebelum penandatanganan dokumen kekalahan ini, Kaisar Jepang Hirohito pada 15 Agustus 1945 mengumumkan langsung melalui radio nasional bahwa Jepang mengaku kalah dan menyerah kepada Sekutu.

Bagi warga Jepang, Perang Dunia ke II adalah tragedi. Tak heran, 75 tahun kemudian peringatan menyerahnya Jepang kepada Sekutu diperingati warga Jepang. Orang-orang berdoa dan mengheningkan cipta selama satu menit di Kuil Yasukuni Tokyo.

Dikutip dari BBC, meski tak hadir di acara tersebut, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyerahkan persembahan ke kuil. Ia diwakili empat menterinya dan  dihadiri ratusan orang dalam situasi protokol kesehatan yang cukup ketat. ”Kami akan terus berkomitmen pada janji yang tegas ini,” kata Shinzo Abe, Sabtu 15 Agustus 2020.

Keberadaan kuil sebagai tempat peringatan Perang Dunia II memang kontroversial. Kuil yang dibangun oleh Kaisar Meiji untuk mengenang orang yang meninggal dunia untuk Kekaisaran Jepang semasa Restorasi Meiji sekarang berubah menjadi kuil untuk mengenang orang yang berperang mempertahankan Kekaisaran Jepang.

Penyebab kontroversi Kuil Yasukuni adalah pemakaian kuil ini sebagai tempat persemayaman arwah sejumlah penjahat perang dari Perang Dunia II. Kuil ini mencatat semua nama tanpa prasangka. Semua orang dianggap sederajat tanpa memandang status sosial, jasa-jasa mereka semasa hidup. Satu-satunya persyaratan untuk dapat diabadikan di kuil ini adalah meninggal dunia untuk Kekaisaran Jepang. Ikut dimasukkannya nama-nama mereka menyebabkan ketegangan politik, terutama dengan Cina dan Korea Selatan yang berpendapat Jepang telah mengingkari semua kesalahannya semasa Perang Dunia II.

Kuil ini juga mengabadikan arwah 14 orang yang dinyatakan sebagai penjahat perang setelah Perang Dunia II.

Jadi saat pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, politisi senior termasuk menteri-menteri hadir di kuil tersebut, membuat Cina dan Korea Selatan berang. ”Saya memberikan penghormatan kepada jiwa orang-orang yang mengorbankan diri mereka selama perang,” ujar Menteri Pendidikan Koichi Hagiuda.

Sikap Cina dan Korea Selatan atas acara ini memang sinis.  Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan bahwa pemerintahnya siap duduk untuk pembicaraan tatap muka mengenai perselisihan sejarah kapan saja.

Jepang memasuki Perang Dunia Kedua pada bulan September 1940. Tak lama, AS masuk ke dalam perang pada akhir tahun 1941, setelah Jepang menyerang pangkalan angkatan lautnya di Pearl Harbor di Hawaii.

Pada akhir perang, lebih dari 100.000 orang Amerika dan 71.000 tentara Inggris termasuk lebih dari 12.000 tawanan perang, tewas. Jutaan lainnya tewas selama pendudukan Jepang di Cina dan Korea Selatan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kemandirian Pangan dan Energi di Papua Menjadi Pilar Strategis Pembangunan Nasional

Oleh: Markus Yikwa *) Agenda kemandirian pangan dan energi kembali menempati posisi sentral dalam arah kebijakanpembangunan nasional. Pemerintah secara konsisten menegaskan bahwa ketahanan negara tidakhanya diukur dari stabilitas politik dan keamanan, tetapi juga dari kemampuan memenuhikebutuhan dasar rakyat secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Papua ditempatkansebagai salah satu wilayah kunci, baik untuk mewujudkan swasembada pangan maupunmemperkuat fondasi kemandirian energi berbasis sumber daya domestik seperti kelapa sawit. Upaya percepatan swasembada pangan di Papua mencerminkan pendekatan pemerintah yang lebih struktural dan berjangka panjang. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagaikesempatan menekankan bahwa defisit beras di Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengandistribusi antarpulau, melainkan harus dijawab melalui peningkatan kapasitas produksi lokal. Dengan kebutuhan beras tahunan yang jauh melampaui produksi eksisting, pemerintah memilihstrategi pencetakan sawah baru secara masif sebagai solusi konkret. Pendekatan ini menunjukkankeberanian negara untuk menyelesaikan masalah dari hulunya, bukan sekadar menambalkekurangan melalui mekanisme pasar jangka pendek. Kebijakan pencetakan sawah baru di Papua, Papua Selatan, dan Papua Barat tidak berdiri sendiri. Pemerintah juga menyiapkan dukungan menyeluruh berupa penyediaan benih unggul, pupuk, pendampingan teknologi, hingga pembangunan infrastruktur irigasi dan akses produksi. Sinergiantara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama agar program ini tidak berhentisebagai proyek administratif, melainkan benar-benar mengubah struktur ekonomi lokal. Denganproduksi pangan yang tumbuh di wilayahnya sendiri, Papua tidak hanya mengurangiketergantungan pasokan dari luar, tetapi juga membangun basis ekonomi rakyat yang lebihtangguh. Lebih jauh, visi swasembada pangan yang disampaikan Mentan Andi Amran Sulaiman menempatkan kemandirian tiap pulau sebagai fondasi stabilitas nasional....
- Advertisement -

Baca berita yang ini