MATA INDONESIA, JAKARTA – Puasa diketahui bermanfaat bagi fisik karena pengaturan makan yang disiplin bisa menyehatkan organ tubuh. Terlebih mampu menyehatkan jantung dan membantu menurunkan berat badan.
Namun, ternyata ada manfaat lainnya yaitu untuk psikologis karena dinilai bisa meningkatkan kesehatan jiwa. Menurut dosen Progdi S1 Psikologi UNISA Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani, puasa tidak hanya mengendalikan makan dan minum melainkan hawa nafsu dan perbuatan yang tidak sesuai dengan kaidah agama.
“Dalam istilah psikologi, pengendalian ini disebut dengan self control,” kata Ratna.
Ia menegaskan bahwa puasa juga bisa diibaratkan sebagai olahraga batin. Mengingat, manusia yang berpuasa dilatih untuk jujur, disiplin dan sabar menghadapi godaan. Pengendalian diri inilah yang menjadi indikator dari kesehatan jiwa seseorang.
Self control yang baik bisa menghindarkan dari berbagai gangguan kejiawaan ringan maupun berat. Jika pengendalian diri tergganggu maka bisa timbul reaksi-reaksi patologis secara kognisi atau kemampuan berpikir dan perasaannya.
“Jika ini terjadi, maka akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan diri mereka sendiri (konflik internal), dan juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya,” kata Ratna.
Selain itu, Ratna menilai bahwa dalam hal ini prinsip puasa ada kaitannya dengan prinsip penyembuhan pasien gangguan jiwa.
“Prinsip puasa, dalam hal ini yang ada kaitannya dengan ibadah, sama persis dengan prinsip penyembuhan pasien gangguan jiwa,” kata Ratna.
Ia menegaskan bahwa pasien akan dididik dan dilatih untuk jujur, disiplin serta mengendalikan amarah. Tidak hanya itu, mereka juga diimbau untuk banyak melakukan aktivitas fisik maupun sosial.
“Dengan cara itu, pasien diharapkan bisa menemukan insight atau pencerahan jiwa,” kata Ratna.
