MATA INDONESIA, JAKARTA- Aliran informasi yang semakin cepat dan masif menjadi keuntungan tersendiri di era digitalisasi seperti sekarang. Seluruh informasi dengan mudah tersebar di tengah masyarakat.
Terlebih dengan hadirnya media sosial di tengah era digitalisasi. Informasi yang tersebar di ruang siber tidak terkontrol sehingga sulit membedakan antara berita asli atau palsu (hoax).
Kondisi inilah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum penyebar ideologi radikal. Era keterbukaan informasi seperti saat inilah yang dipergunakan untuk memecah persatuan bangsa dan negara.
Ironisnya, anak-anak muda kerap terpapar doktrin radikalisme akibat tidak menyerap informasi dengan jeli.
“Apalagi generasi muda kita, maaf saja, dengan virtual dan digitalisasi lewat media sosial itu bisa menyerap pikiran dari berbagai ideologi yang ada,” imbuh Staf Khusus Kemkominfo, Zulfan Lindan.
Langkah deteksi dini melalui penapisan harus dilakukan untuk mencegah penyebaran doktrin radikalisme yang lebih masif.
“ Penapisan konten radikal harus lebih massif dan kontra narasi propaganda radikalisme juga harus lebih massif, imbuh Pengamat Intelijen, Stanislaus Riyanta.
Peran anak muda diharapkan lebih dilibatkan untuk membantu pemerintah mengantisipasi doktrin radikalisme.