MATA INDONESIA, JAKARTA – Model teroris yang bergerak sendiri atau dikenal dengan sebutan Lone Wolf sulit terdeteksi karena tidak terikat dengan kelompok teroris. Pengamat intelijen dan terorisme Ridlwan Habib menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus berhati-hati melihat pergerakannya.
“Harus berhati-hati dan arahanya harus dicermati karena Lone Wolf terputus dari network,” kata Ridlwan Habib kepada Mata Indonesia News, Selasa 23 Februari 2021.
Teroris Lone Wolf sudah terdoktrin untuk bergerak sendiri dan menyusun teror dengan memanfaatkan internet. Maka mudah bagi Lone Wolf untuk mempelajari teknik-teknik teror.
Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi dan melibatkan teroris Lone Wolf yaitu penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto dan bom bunuh diri di Mapolresta Medan
Ridlwan mengatakan bahwa untuk mengantisipasi hal ini, pendekatan yang dilakukan oleh lingkaran terdekat yaitu keluarga. Mereka bisa mengingatkan pihak yang sudah terpapar radikalisme.
“Bisa melalui keluarga,” kata Ridlwan.
Selain dari lingkaran terdekat, peran pemerintah juga diperlukan untuk membatasi ruang gerak teroris Lone Wolf. Caranya bisa dengan melakukan pendeteksian dini mulai dari tingkat bawah yaitu Babinsa, Kamtibmas, RT dan RW.
Bila hanya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengawasi tidak akan optimal sehingga harus melibatkan pihak lain.