MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) mampu mengembangkan ide dan pengetahuan untuk terus berinovasi dan berkembang. Organisasi ini dinilai bisa mendistribusikan pengetahuan mereka secara terstruktur karena mereka memiliki organ penting untuk mengumpulkan informasi secara internal. Peneliti dari Center for Strategic International Studies Indonesia (CSIS) Indonesia Alif Satria menegaskan ada beberapa bentuk cara mendistribusikan pengetahuannya secara terstruktur.
“Anggotanya wajib membaca buku manual total amniah sistem, kemudian ada badan intelijen yang bisa komunikasikan masalah internal dan ada evaluasi terhadap pelatihan yang dilakukan oleh JI selama dua kali setahun,” kata Alif dalam Webinar bertema Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme: Menangkal Resiliensi Ancaman Teroris di Indonesia, Selasa 16 Maret 2021.
Hal ini memperlihatkan bahwa JI selalu mengevaluasi diri mereka sendiri dan sel-selnya. Ada sistem birokrasi yang terbangun di dalam diri mereka sehingga bisa mendistribusikan informasi secara terstruktur.
Selain dengan adanya sosok figur kuat dalam kelompok JI juga berpengaruh dan mampu menginterpretasikan ide-idenya. Perjalanan organisasinya yang cukup panjang membuat mereka mampu menghasilkan sosok pemimpin-pemimpin baru.
“Penangkapan Zulkarnaen dan Siswanto memang sangat detrimental karena mereka punya memori dan ekspertise panjang namun kita pahami bahwa JI bisa lahirkan pemimpin baru, sudah beberapa kali pergantian pimpinan dari 1993 dan bukan tidak mungkin mereka punya orang lain,” kata Alif.
Selain pengembangan ide, JI juga bisa merealisasikan penerapan ide dengan mengoptimalka skema pembiayaan dan perekrutan.
Satu hal yang penting adalah JI itu memiliki struktur tersentralisasi yaitu mereka bisa mengarahkan dan mengkoordinasikan masing-masing sel serta menggabungkan sumber daya antar sel.