MATA INDONESIA, JAKARTA – Nyaris 40.000 warga di wilayah Aceh harus mengungsi karena banjir merendam permukiman mereka sejak Selasa 4 Oktober 2022. Curah hujan tinggi melanda Aceh dan sekitarnya selama sepekan ini.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Ilyas, mengatakan penyebab banjir di Aceh Utara karena curah hujan lokal yang tinggi. Dan banjir kiriman dari Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan Aceh masih akan mengalami curah hujan sedang hingga lebat.
Bahkan BMKG mengatakan hampir seluruh wilayah di Indonesia mengalami curah hujan sedang sampai tinggi selama sepekan ke depan. ”Mohon melakukan persiapan, kewaspadaan, atau bahkan kesiapsiagaan,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Pemerintah daerah di Aceh dan Jawa Tengah, dua dari beberapa wilayah yang rawan bencana hidrometeorologi, mengatakan sudah melakukan beberapa upaya untuk menghadapi ramalan cuaca ekstrem. Pemerintah kabupaten Aceh Utara tengah membangun waduk untuk mengatasi banjir tahunan. Sementara pemerintah Jawa Tengah sudah menyiapkan posko-posko banjir, membersihkan sampah, dan memperbaiki tanggul.
BMKG juga meminta warga waspada terhadap bencana hidrometeorologi yaitu karena curah hujan, seperti banjir, tanah longsor, hingga puting beliung. Warga harus terus “memantau perkembangan cuaca dan peringatan dini cuaca ekstrem dari BMKG”.
Selain Aceh, beberapa wilayah di Jawa, Bali, hingga Kalimantan juga mengalami banjir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan banjir di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang terjadi sejak Jumat 7 Oktober 2022, bahkan belum surut hingga saat ini.
Sementara itu di Jawa, Desa Ranupani di lereng Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, sempat terisolasi karena banjir dan tanah longsor pada Jumat 7 Oktober 2022 malam hingga Sabtu 8 Oktober 2022.
Dari Bali, ratusan wisatawan harus mengungsi karena kawasan Seminyak, Kuta, Badung, dan sekitarnya terendam banjir akibat peningkatan volume air di Sungai Tukad Mati.
Banjir Tahunan
Pada Minggu 9 Oktober 2022 siang, banjir melanda Desa Pante, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Dan hingga Senin 10 Oktober masih belum juga surut.
Dedi, Kepala Desa Pante mengatakan banjir terjadi setiap tahun di wilayahnya. Yang terparah terjadi tahun lalu, dengan ketinggian air mencapai 120-140 sentimeter. Namun, banjir kali ini datang lebih cepat dari biasanya.
“Biasanya banjir terjadi di akhir tahun, antara bulan 11, 12, atau di bulan satu. Tetapi kali ini lebih cepat, di bulan 10,” ujar Dedi.
Data dari BNPB, per Minggu 9 Oktober 2022, sebanyak 52.499 jiwa dari 15.499 kepala keluarga terdampak banjir di Aceh Utara. Dan menyebabkan 11.645 kepala keluarga atau 39.957 jiwa mengungsi.
Warga Desa Pante lainnya, Cut Malahayati, mengatakan dalam sepekan dia sudah dua kali kebanjiran. Cut adalah satu dari puluhan ribu orang yang mengungsi akibat banjir di Kabupaten Aceh Utara, Aceh.
“Saya mengungsi di rumah tetangga yang lebih tinggi dari hari Rabu. Hari Jumat sudah mulai pulang ke rumah karena air sudah mulai surut. Sudah mulai bersih-bersih, terus besoknya banjir lagi dan lebih parah dari hari pertama,” kata Cut.
Banjir menyebabkan Cut tidak bisa berjualan. Untuk makan pun dia mengaku “numpang dengan tetangga”.
“Kebetulan kami sudah beberapa hari tidak jualan, ya sudah enggak makan, bantuan pun enggak ada. Di rumah tetangga, di situ kami semua numpang makan, numpang tidur. Semua numpang di situ,” ujarnya.
Fatimah, warga Desa Rayek Pange, Kecamatan Pirak Timur, Aceh Utara, juga mengaku harus merugi untuk kesekian kalinya, karena tanaman padi miliknya sudah gagal panen untuk kedua kalinya akibat kebanjiran. Padahal itu satu-satunya pendapatan dia keluarga.
“Hampir 10 kali [banjir] tahun ini. Ini yang parah sudah enam hari enggak kering-kering. Sekarang orang baru tanam padi dan mati, kemarin itu mau panen mati juga, sudah beberapa kali kami enggak panen – panen,” kata Fatimah.
Ibu yang bekerja sebagai petani itu mengatakan banjir tahun ini sama parahnya dengan banjir beberapa tahun lalu karena ketinggiannya mencapai satu meter.
Curah hujan tinggi
BMKG memprediksi dalam periode 8-10 Oktober, wilayah yang berpotensi terdampak hujan lebat dan banjir dengan kategori siaga adalah sebagian wilayah Aceh, sebagian wilayah Banten, sebagian wilayah DKI Jakarta, sebagian wilayah Jawa Tengah, sebagian wilayah Jawa Timur, sebagian wilayah Kalimantan barat, dan sebagian wilayah Sulawesi Tengah.
Selanjutnya, untuk sepekan ke depan, yaitu periode 9-15 Oktober, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami potensi curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menambahkan hujan yang relatif merata di hampir seluruh wilayah itu juga dapat disertai “kilat, petir, dan angin kencang”.
Daerah yang mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat antara lain Aceh, Sumatera Utara, Kepualauan Riau, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Banten, DKI Jakarta, Jawa Berat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, juga diperkirakan akan mengalami hal yang sama.
Sementara itu, di wilayah Indonesia bagian Tengah, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, semua provinsi di Kalimantan. Dan semua provinsi di Sulawesi. Untuk Indonesia bagian Timur terjadi di wilayah Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Sementara itu, untuk puncak musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada Desember dan Januari.
BNPB mencatat, pada periode 3-7 Oktober 2022, telah terjadi 37 bencana hidrometeorologi basah. Terdiri dari 26 kejadian banjir dan 11 tanah longsor. Peristiwa itu berdampak pada lebih dari 134.000 warga.
Dari data tersebut, ditambah dengan prediksi curah hujan tinggi selama beberapa hari ke depan, Deputi III BNPB Brigjen TNI Fajar Setyawan mengimbau pemerintah daerah di beberapa wilayah untuk “meningkatkan kesiapsiagaan”.
“Terutama kabupaten dan kota di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, yang menjadi provinsi dengan catatan kejadian bencana hidrometeorologi basah paling tinggi dalam 10 tahun terakhir,” kata Fajar.
Ketujuh provinsi ini menyumbang lebih dari 75% kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.
Dia menambahkan, kabupaten/kota di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Sumatera Utara, juga harus “mewaspadai potensi banjir dan tanah longsor akibat perubahan fungsi ruang dan bentang lahan dalam 10 tahun terakhir”.
Fajar juga memperingatkan masyarakat untuk lebih waspada dan melihat prakiraan cuaca agar bisa mempersiapkan diri.
“Jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi, secara terus menerus lebih dari satu jam. Di mana jarak pandang kurang dari 50 meter. Maka masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai dan daerah kelerangan agar berinisiatif untuk mengungsi dulu sementara,” kata Fajar.
Kepala Humas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara, Hamdani, mengatakan banjir di wilayahnya karena pendangkalan sungai dan belum adanya tanggul sehingga air langsung meluap ke permukiman warga.
Untuk mengatasi banjir tahunan, Hamdani mengatakan pemkab Aceh Utara mengajukan proposal ke pemerintah pusat pada 2012 lalu. Proposal ini untuk membangun sebuah waduk yang mampu menampung air yang berasal dari hulu, yaitu Kabupaten Bener Meriah.
“Laporan terakhir kemarin sudah selesai 70%, tinggal 30% lagi. Insya Allah akan tuntas dalam tahun ini, 2023 akhir sudah bisa berfungsi kalau tidak ada kendala dengan persoalan pembebasan lahan dan lain sebagainya,” kata Hamdani.
Ia menambahkan pemkab Aceh Utara juga sudah melakukan upaya reboisasi. Pembersihan jalur air (aliran sungai), dan pembersihan di hilir. Selain itu, perbaikan tanggul di enam titik juga sedang dilakukan. ”Namun, ada kendala di lapangan. Misalnya sering terjadi hujan, sungai terlalu deras,” ujar Hamdani.
Penulis: BBC/Alyaa