MATA INDONESIA, SEOUL – Militer Korea Selatan mengungkapkan bahwa orang tak dikenal melintasi Zona Demiliterisasi (DMZ) atau zona perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara yang dijaga ketat pada Hari Tahun Baru.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan pasukannya melihat orang tersebut – dengan peralatan pengawasan, di bagian timur perbatasan pada pukul 21:20 (12:20 GMT) malam waktu setempat pada Sabtu (1/1).
Akan tetapi, militer Korea Selatan gagal menangkap sosok tersebut. Sebagaimana diketahui, melintasi Zona Demiliterisasi adalah tindakan ilegal di Negeri Ginseng.
“Kami telah mengkonfirmasi bahwa orang tersebut melintasi perbatasan Garis Demarkasi Militer sekitar pukul 22:40 (13:40 GMT) dan membelot ke Utara,” kata JCS, melnasir Al Jazeera.
“Kami telah mengirim pesan ke Korea Utara pada Minggu (2/1) pagi (waktu setempat) untuk memastikan keselamatan orang tersebut, tetapi tidak mendapat tanggapan,” sambung JCS.
Kehebohan publik dan politik muncul setelah pasukan Korea Utara menembak mati seorang pejabat perikanan Korea Selatan yang hilang di laut pada September 2020. Di mana saat itu Pyongyang menyalahkan aturan anti-virus dan meminta maaf
Pada Juli, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengumumkan keadaan darurat nasional dan menutup wilayah perbatasan setelah seorang pembelot Korea Utara yang diduga memiliki gejala Covid-19 melintasi perbatasan kembali ke Utara dari Korea Selatan.
Korea dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi – daerah perbatasan yang diyakini paling bersenjata di dunia. Diperkirakan sebanyak 2 juta ranjau tersebar di dekat DMZ yang memiliki luas sepanjang 248 kilometer dengan lebar 4 kilometer (2,5 mil), yang juga dijaga oleh pagar kawat berduri, jebakan tank, dan pasukan tempur di kedua sisi.
Pada puncak persaingan Perang Dingin Korea, kedua negara itu mengirim agen dan mata-mata ke wilayah masing-masing melalui DMZ, tetapi tidak ada insiden seperti itu yang dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, sekitar 34.000 warga Korea Utara telah membelot ke Selatan sejak akhir 1990-an untuk menghindari kemiskinan atau penindasan politik. Namun, mayoritas dari mereka datang melalui Cina dan negara-negara Asia Tenggara.
Penguncian yang berkepanjangan dan pembatasan pergerakan antar provinsi telah mendorong jumlah pembelot Korea Utara yang tiba di Selatan ke titik terendah sepanjang masa.