WALHI NTT Nilai Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Komodo Salah Urus

Baca Juga

MATA INDONESIA, KUPANG – WALHI NTT menilai kekerasan fisik yang terjadi dalam aksi penolakan terhadap kenaikan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar pada beberapa hari yang lalu menunjukkan bahwa kondisi Labuan Bajo saat ini tidak kondusif bagi kebebasan berdemokrasi. Kekerasan dan penangkapan terhadap komunitas pariwisata kerakyatan telah terjadi, padahal aksi mereka adalah aksi damai untuk menyuarakan aspirasi mereka.

“Saat ini sudah puluhan orang mengalami kekerasan fisik, diintimidasi, ditangkap dan ditahan. Situasi ini menunjukan keengganan pemerintah dalam menyikapi kekritisan warga negara terhadap kebijakan pembangunan. Kondisi ini juga sebagai bukti kemunduran demokrasi di Indonesia umumnya dan khususnya di NTT,” ujar Direktur Eksekutif WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamah Paranggi dalam rilis resminya, Rabu 3 Agustus 2022.

WALHI NTT menilai bahwa kondisi suram ini dimulai dari kebijakan pemerintah yang sejak awal salah urus Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

Harga tiket masuk Kawasan Pulau Padar dan Pulau Komodo yang dinaikkan secara serampangan sebesar Rp 3.750.000 oleh pemerintah hanyalah salah satu fakta pemicu tingginya gelombang penolakan warga.

Sejak 2019 isu terkait pengelolaan Kawasan TNK terus menuai kontroversi di ruang publik. Mulai dari penetapan Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional -KSPN- (dengan menjadikan TNK sebagai simbol utama) hingga niat pemerintah untuk merelokasi warga lokal dari Pulau Komodo.

“Kebijakan dan rencana kebijakan yang kontroversial dari pemerintah inilah yang telah menimbulkan suasana ketidaknyamanan publik,” katanya.

Berikut ini catatan WALHI NTT terkait kegagalan pemerintah dalam mengurus Kawasan Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site dan Cagar Biosfer Dunia serta Labuan Bajo sebagai KSPN yang membuat publik terus mengkritisi setiap kebijakan pemerintah terkait pariwisata di Kawasan TNK.

Menurut Umbu Wulang, TNK yang telah berjalan 42 tahun gagal untuk menjalankan tiga mandat utama cagar Biosfer yakni Pelestarian Keanekaragaman hayati/satwa, peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat dengan mekanisme ekonomi ramah lingkungan dan berkeadilan dan pemuliaan kebudayaan rakyat.

“Contohnya, populasi Komodo yang terus terancam kuantitasnya dan ekosistemnya, kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kawasan TNK yang masih rendah, minimnya pelibatan kebudayaan lokal dalam membangun narasi narasi pengetahuan konservasi dan perlindungan Ata Modo,” ujarnya.

Rencana relokasi masyarakat Pulau Komodo adalah bukti kegagalan pemerintah untuk melakukan pemuliaan kebudayaan Ata Modo. Selain itu, alsistem zonasi laut oleh TNK justru mempersulit kehidupan masyarakat nelayan atas nama konservasi.

Pemberian ijin konsesi pariwisata kepada perusahan di tapak konservasi Komodo yang mencapai ratusan hektar. Dari penelusuran setidaknya saat ini ada tiga perusahan yang mengantongi ijin yakni

Pertama, PT. Segara Komodo Lestari, yang mendapatkan IUPSWA No 7/1/IUPSWA/PMDN/2013 untuk lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca yang ditetapkan melalui SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013.

Kedua, SK.796/Menhut-II/2014 yang memberikan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) kepada PT. Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Padar dan Pulau Komodo yang terdiri atas 274,81 hektar (19,6% dari luas Pulau Padar) dan 154,6 Ha (3,8% dari luas Pulau Komodo).

Ketiga, ijin buat PT Synergindo Niagatama di atas lahan seluas 6,490 hektar di Pulau Tatawa.

“Ini membuktikan pemerintah mengangkangi mandat konservasi cagar Biosfer. Di satu sisi, menaikkan harga tiket dengan alasan konservasi tapi di sisi lain memberikan ijin perusahan untuk beroperasi di Kawasan tapak konservasi Komodo yakni di Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Komodo,” katanya.

Umbu Wulang juga menilai Badan Taman Nasional Komodo gagal untuk melindungi kawasan ekosistem Komodo dari praktek praktek illegal seperti pencurian rusa sebagai salahsatu mata rantai makanan Komodo, pengeboman ikan di laut.

Badan Taman Nasional Komodo yang dengan mudah mengubah Zona Inti menjadi Zona Pemanfaatan agar kran investasi pariwisata makin meluas di Kawasan TNK

Selanjutnya, maraknya industri perhotelan yang di Labuan Bajo melanggar peraturan Presiden No 51 Tentang Batas Sempadan Pantai Sempadan tidak ditindak tegas. Fenomena ini telah mengakibatkan menurun drastisnya ruang publik dan ruang penghidupan rakyat di Kawasan pesisir di Labuan Bajo.

Atas kondisi kondisi di atas, WALHI NTT sebagi organisasi forum lingkungan yang beranggotan 34 lembaga anggota di NTT, menyatakan sikap bahwa:

1. Meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan proses penangkapan dan tindak kekerasan lain kepada para pelaku pariwisata kecil di Labuan Bajo yang sedang menggunakan haknya sebagai warga negara untuk turut serta mengkritisi kebijakan kebijakan pemerintah

2. Meminta pemerintah untuk menghormati Hak warga negara dan Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam undang undang maupun konvenan PBB

3. Meminta pemerintah memperbaiki komunikasi publiknya dan berhenti menggunakan aparat keamanan untuk melakukan praktek praktek kekerasan membungkam kekritisan warga negara

4. Meminta pemerintah untuk melakukan pemulihan Kesehatan fisik dan psikologis bagi para korban repsefif beserta dengan keluarganya yang terdampak

5. Meminta pemerintah untuk melakukan konsultasi publik (bila diperlukan referendum kebijakan di tingkat warga) yang transparan dan akuntabel dalam pembuatan kebijakan yang berdampak luas bagi publik

6. Meminta pemerintah untuk menghormati kekritisan warga sebagai bentuk meningkatnya kesadaran kritis warga negara dalam mewujudkan pembangunan yang mensejahterakan dan berkeadilan bagi semua

7. Meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga tiket yang telah diputuskan secara sepihak tanpa berkomunikasi atau tanpa mendengarkan aspirasi para pelaku pariwisata dan masyarakat

8. Meminta Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK untuk) mencabut seluruh ijin konsesi pariwisata IPPA (Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam) dalam skala besar dan berbasis rakus lahan, rakus air dan rakus energi di Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Komodo serta kawasan TNK lainnya. Misalnya Ijin PT. SKL dan KWE dan lain lain.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Tinggal Menunggu Hari, Pengamat Politik Ingatkan 12 Kerawanan Ini

Penyelenggaraan Pilkada serentak pada 27 November mendatang mendapat sambutan positif, terutama dalam hal efisiensi biaya dan penyelarasan pembangunan. Menurut Yance...
- Advertisement -

Baca berita yang ini