MATA INDONESIA, JAKARTA-Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yuris Rezha Kurniawan angkat bicara soal vonis yang telah dijatuhkan kepada Mantan Mensos Juliari P Batubara dalam dugaan korupsi suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 hanyalah 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
“Soal pernyataan hukuman mati, memang hari KPK khususnya pimpinan lebih banyak lips service atau layanan bibir daripada menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi yang sesungguhnya,” ujar Yuris
Pendapat tersebut disampaikan Yuris setelah melihat upaya dari lembaga antirasuah yang tidak kelihatan tindakan atau komitmen untuk berniat menjatuhkan hukuman seberat -beratnya kepada Juliari.
“Mereka mewacanakan hukuman mati bagi pelaku korupsi tapi sejak awal tidak memberikan konstruksi hukum yang mengarah ke situ. Artinya memang tidak ada komitmen yang serius,” katanya.
Padahal, kata Yuris dengan mengikuti kontruksi hukum yang tersusun pada dakwaan pertama pada Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP. Seharusnya jaksa dari KPK bisa menuntut hukuman lebih berat dari 11 tahun.
Sehingga bila tuntutan jaksa lebih berat atau mencapai batasan maksimalnya mencapai hukuman seumur hidup. Hal tersebut akan menjadi pertimbangan nantinya dalam putusan vonis majelis hakim kepada Mantan Politikus PDIP itu.
“Setidaknya jika kita tetap mengikuti konstruksi dakwaan yang dilakukan oleh KPK, maka hukuman maksimal yaitu seumur hidup,” katanya.
Oleh sebab itu vonis yang hanya dijatuhkan 12 tahun penjara kepada Juliari, menurut Yuris tetap jauh dari rasa keadilan. Pasalnya tindakan Juliari telah melukai dan membuat masyarakat semakin susah disaat pandemi Covid-19.
“Vonis tersebut tetap belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Kita semua tahu korupsi yang dilakukan di tengah kondisi yang sulit dan susah. Bansos yang diharapkan menjadi penyambung hidup masyarakat justru menjadi bancakan,” katanya.
Meskipun putusan hakim sudah di atas tuntutan jaksa, tapi perlu juga soroti bahwa sejak awal tuntutan itu terlalu rendah. Bahkan jika melihat proses pemeriksaan, beberapa pihak yang diduga terlibat juga tidak dijerat.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan kepada semua pihak agar tak main-main dalam menggunakan anggaran terkait virus Corona yang menyebabkan Covid-19. Dia menyebut, penyalahgunaan anggaran bencana hukumannya adalah mati.
“Ingat, tindak korupsi yang dilakukan dalam suasana bencana ancaman hukumannya adalah pidana mati,” katanya dalam webinar, Senin 27 Juli 2021.
Dia menegaskan, pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan pihaknya tidak akan berhenti karena pandemi Covid-19. Menurutnya, pemberantasan korupsi tak bisa dihalangi oleh apapun.
“Pada saat ini negara kita sedang dilanda pandemi Covid-19. Kami mengingatkan, KPK akan tegas dan terus berkomitmen memberantas korupsi,” ujarnya.