MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah Joko Widodo bersiap menjalankan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja karena akan memudahkan investasi termasuk memperlancar program pembangkit listrik 35.000 MegaWatt.
Saat ini sejumlah aturan turunan sedang dibahas dan sudah memasuki tahap finalisasi, sehingga diharapkan bisa segera diimplementasikan.
Keberadaan UU Ciptaker ini, diharapkan bisa menjadi pendobrak agar para investor masuk di masa pandemi.
“Sebagai contoh izin-izin pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya banyak diatur oleh daerah, namun juga pemerintah pusat juga memiliki aturan,” kata Pakar Ketenagalistrikan, Bambang Praptono saat berbincang dengan Mata Indonesia News, Kamis 4 Januari 2021.
Menurut Bambang Praptono UU Cipta Kerja membuat semua jadi mudah, di mana regulasi yang menghambat dipotong. Namun, memang dia tidak memungkiri bahwa sistem di tenaga listrikan banyak peraturan yang tumpang tindih.
“Hal itu dikarenakan banyak muncul peraturan baru, namun peraturan yang lama belum di cabut,” katanya.
Untuk itu, kata dia, perlu didalami mengenai UU Cipta Kerja agar semua bisa berjalan sesuai dengan harapan.
Soal perizinan, menurutnya memang memerlukan proses yang tidak sebentar, karena banyak yang tumpang tindih regulasinya, terutama kewenangan di daerah. Untuk itu, semua aturan keputusannya diambil oleh pemerintah pusat agara satu pintu.
“Sebagai contoh izin-izin pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya banyak diatur oleh daerah, namun juga pemerintah pusat juga memiliki aturan,” katanya.
Diketahui, saat ini Kementerian ESDM, tengah menggodok aturan turunan atau Norma, Standar Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di sektor ESDM. Langkah ini sebagai tindakan lanjut dari pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, Kementerian ESDM bersama dengan kementerian dan lembaga terkait tengah mengatur perizinan berusaha berbasis risiko dan tata cara pengawasan.
Penyusunan juga terkait RPP pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor ESDM, khususnya yang mengatur perihal Minerba, ketenagalistrikan, dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Sedangkan dalam pengaturan sub ketenagalistrikan, berupa kegiatan penyediaan tenaga listrik, kegiatan jasa penunjang tenaga listrik. Sementara, untuk sektor EBTKE kegiatan pengusaha panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan kegiatan usaha bahan bakar nabati sebagai bahan bakar.
Di sektor ketenagalistrikan antara lain, pedoman penyusunan rencana umum ketenagalistrikan, penetapan wilayah usaha, sertifikasi, klasifikasi, kualifikasi usaha jasa penunjang, pembinaan dan pengawasan, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi.
Untuk sub sektor EBTKE antara lain, mengubah nomenklatur izin panas bumi menjadi perizinan berusaha di bidang panas bumi, mengubah nomenklatur Menteri menjadi Pemerintah Pusat, norma baru terkait sanksi administrasi oleh Menteri, norma baru tentang nomor izin berusaha dan sanksi administrasi.