Ultah RI ke-74, 128 Ribu Napi Dapat Remisi

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Sebanyak 128 ribu warga binaan pemasyarakatan (WBP) bakal mendapatkan remisi umum peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2019. Jumlah tersebut melampaui target 95 ribu remisi yang dicanangkan untuk tahun ini.

Hal itu disampaikan langsung oleh Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi (Binapilatkerpro) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Junaedi dan Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama (Tikers) Dodot Adikoeswanto melalui video conference.

Direktur Binapilatkerpro Junaedi mengatakan, terlampauinya target pemberian remisi umum dari 95 ribu menjadi 128 ribu menunjukkan prestasi Ditjenpas dalam melakukan pembinaan kepada WBP, yang berkomitmen untuk memberikan hak-hak mereka sesuai ketentuan.

Dia mengingatkan, bahwa kelalaian memberikan hak-hak WBP tersebut, bila memang si WBP memenuhi syarat, akan dipertanggungjawabkan tak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat kelak. Untuk itu, kata Direktur Binapilatkerpro, jangan ada lagi yang mencoba mengail di air keruh dengan mencoba melakukan pungutan liar (pungli), kolusi atau pun korupsi.

“Mereka yang melakukan hal itu jelas-jelas ‘pengkhianat pemasyarakatan’, dan akan kita berantas bersama-sama!. Tak ada pungli, tak ada KKN, tak ada setoran! Rumors-rumors itu semua yang membuat kita terus di-bully,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Junaedi juga mengingatkan, agar jajarannya terus menjaga komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik. Misalnya, terus mengupayakan untuk memenuhi tengat proses pengajuan remisi bagi pelaku pidana umum yang bisa diselesaikan hanya dalam tiga hari dan pidana khusus yang dijadualkan 22 hari.

Prinsipnya kata dia, semua pihak, baik WBP, keluarga inti WBP, wartawan, bahkan publik bisa mengakses data pemberian remisi umum tersebut. “Semua harus gratis, cepat, transparan dan objektif!” katanya.

Sebagaimana diketahui, dengan banyaknya terjadi overkapasitas di banyak rutan dan lapas, pemberian remisi bisa diharapkan mengurangi daya tampung dan memberi tempat yang lebih nyaman dan manusiawi bagi para narapidana yang masih harus menjalani masa hukuman. Selain itu, manfaatnya juga bisa berdampak pada penghematan anggaran negara.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini