MATA INDONESIA, PYONGYANG – Korea Utara kembali membuat heboh dunia dengan menggelar uji coba rudal besar-besaran di awal 2022. Sepanjang bulan ini, Pyongyang telah meluncukan tujuh rudal, termasuk Hwasong-12 yang ditembakkan ke luar angkasa pada Minggu (30/1).
Peluncuran rudal balistik jarak menengah atau IRBM adalah yang pertama kalinya sejak 2017. Rudal balistik ini pernah mengancam akan menargetkan wilayah Amerika Serikat (AS) di Guam.
Fakta ini memicu kekhawatiran bahwa Korea Utara berpotensi melanjutkan pengujian untuk rudal jarak jauh.
Sementera itu, para analis menilai bahwa sederet uji coba rudal yang dilakukan Korea Utara tak lain demi mendapatkan pengakuan global atas program senjata nuklirnya. Baik melalui konsesi atau hanya memenangkan persetujuan dari dunia.
Korea Utara juga dianggap mengambil keuntungan dari pandemi dan fokus Amerika Serikat terhadap krisis Ukraina-Rusia. Sehingga Presiden Kim Jong Un memerintahkan untuk memajukan kemampuan senjata nuklir dan misilnya, kata para analis.
“Pengalihan perhatian dunia pada isu-isu lain tampaknya benar-benar menguntungkan Korea Utara saat ini,” kata Markus Garlauskas, seorang rekan senior di lembaga pemikir Dewan Atlantik dan mantan perwira intelijen nasional AS untuk Korea Utara.
Terkait uji ini, pejabat AS dan Korea Selatan megaku khawatir, peluncuran itu bisa menjadi langkah untuk melanjutkan sepenuhnya uji coba rudal jarak jauh atau senjata nuklirnya.
Pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan pihaknya terbuka untuk melakukan dialog dengan Korea Utara tanpa prasyarat. Namun, tawaran itu telah ditolak dan Gedung Putih tidak menjadikan kebuntuan itu sebagai pokok pembicaraan utama.
Setelah Korea Utara menguji beberapa rudal hisonik pada awal Januari, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Pyongyang sangat tidak stabil dan beberapa di antaranya adalah upaya Korea Utara untuk mendapatkan perhatian.
Analis mengatakan bahwa meskipun Korea Utara jelas memiliki pesan untuk Washington dan negara-negara lain, mencari perhatian adalah tujuan utama mereka.
Gagasan bahwa Kim Jong Un memerintahkan uji coba rudal hanya untuk “mendapatkan perhatian” adalah salah satu kesalahpahaman yang paling membuat frustrasi dan keras kepala tentang Korea Utara saat ini, kata Garlauskas.
“Korea Utara bukanlah anak-anak manja yang ‘bertingkah’ … rudal ini juga bukan hanya untuk pertunjukan sebagai taktik propaganda. Program senjata ini sangat nyata, mereka membuat langkah berarti jauh lebih cepat daripada yang dipuji banyak orang,” sambungnya.
Korea Utara mendapat sanksi berat, termasuk oleh resolusi Dewan Keamanan PBB, atas program rudal balistik dan senjata nuklirnya. Pembicaraan untuk membujuk Pyongyang untuk menyerah atau membatasi persenjataannya dengan imbalan keringanan sanksi terhenti sejak 2019.