MATA INDONESIA, BRUSSEL – Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa Uni Eropa akan menyetujui sanksi terhadap kepentingan bisnis pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar.
“Diskusi teknis sedang diselesaikan di Brussel dan kami akan mengkonfirmasinya Senin (22/3) depan,” kata Jean-Yves Le Drian pada sidang di Senat Prancis, mengacu pada pertemuan para Menteri Luar Negeri Uni Eropa, melansir Reuters, Rabu, 17 Maret 2021.
Menurut para diplomat dan dokumen internal yang dilihat oleh Reuters, tindakan tersebut akan menargetkan perusahaan yang menghasilkan pendapatan untuk atau memberikan dukungan keuangan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar.
Sementara Uni Eropa mempertahankan embargo senjata terhadap Myanmar dan telah menerapkan sanksi kepada beberapa perwira militer senior sejak 2018, tindakan tersebut akan menjadi yang paling signifikan sejak kudeta yang terjadi pada awal Februari.
“Jelas (kami) akan menghentikan semua dukungan anggaran dan juga akan ada langkah-langkah yang secara langsung menargetkan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan menghukum individu dan kepentingan ekonomi mereka sendiri,” kata Le Drian.
Myanmar bergejolak pasca-kudeta dan penangkapan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi. Ratusan warga turun ke jalan melakukan protes, mendesak pemerintah junta militer menyerahkan kekuasaan dan membebaskan sang peraih Nobel Perdamaian.
Junta militer melakukan kudeta dengan mengangkat wacana adanya kecurangan pada pemilu yang dihelar pada November 2020. Di mana pada pemilu tersebut, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi menang telak, 83 persen.
Lembaga pemantau hak asasi manusia atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan pasukan keamanan Myanmar semakin brutal saat menghadapi para pengunjuk rasa. Sejak kudeta awal Februari, lebih dari 180 orang dilaporkan meninggal dunia.
Tindakan keras dan brutal yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar sontak menuai kecaman dunia, khususnya negara-negara Barat. Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada negara yang saat ini dipimpin oleh Min Aung Hlaing.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres terkejut dengan meningkatnya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan Myanmar. Guterres pun meminta komunitas internasional untuk membantu mengakhiri penindasan, kata juru bicara Sekretaris PBB.