MATA INDONESIA, LOS ANGELES — Awalnya ada video kampanye yang diunggah ke Twitter oleh direktur media sosial Gedung Putih Dan Scavino. Cuitan itu kemudian di-retweet oleh Donald Trump. Video kampanye ini ternyata menggunakan lagu, In The End milik Linkin Park.
Mengutip Dailymail, ogah karena musiknya dipakai buat kampanye Trump, Linkin Park kemudian melaporkan video ini ke twitter. Laporan ini kemudian berujung dihapusnya video ini oleh Twitter. ”Media ini telah dinonaktifkan sebagai tanggapan terhadap laporan oleh pemilik hak cipta.” demikian pernyataan Twitter untuk unggah ulang Trump.
Dalam pernyataanya, Linkin Park menegaskan mereka tidak mengizinkan penggunaan musiknya untuk kampanye presiden pejawat Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
”Linkin Park tidak mendukung Trump, juga tidak mengizinkan organisasinya untuk menggunakan musik kami. Kami telah melaporkan itu dan mendesak Twitter menghapus unggahan,” kata grup rock itu, Senin 20 Juli 2020.
Ketidaksukaan band ini kepada Trump pernah dilontarkan pada 2017 lalu. Saat itu mendiang vokalis utama Linkin Park, Chester Bennington menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Trump.
“Trump adalah ancaman yang lebih besar daripada terorisme!! Kami harus mengambil kembali suara kami dan membela apa yang kami yakini,” tulis Bennington kala itu.
Linkin Park bukan band pertama yang mempermasalahkan penggunaan musik mereka oleh Trump. Bulan lalu, The Rolling Stones mengancam akan melakukan tindakan hukum terhadap Trump jika dia tidak berhenti menggunakan lagu-lagu mereka dalam kampanyenya.
Queen, Rihanna, Aerosmith, Adele, Neil Young, Dexys Midnight Runner, Panic! at The Disco, dan keluarga mendiang Tom Petty juga mengeluhkan penggunaan musik mereka oleh Trump.