MATA INDONESIA, TUNIS – Presiden Tunisia, Kais Saied melontarkan pernyataan mengejutkan bahwa negaranya dijalankan oleh mafia. Sang presiden pun berjanji akan memerangi dan memberantas politisi korup.
“Ini adalah negara dengan dua rezim, rezim yang jelas, rezim institusi, dan rezim nyata, mafia yang memerintah Tunisia,” ungkap Saied dalam sebuah video yang diposting di halaman Facebook kepresidenan, melansir Arab News, Kamis, 16 September 2021.
“Saya tidak akan terlibat dalam dialog dengan pencuri,” tegas presiden berusia 63 tahun itu.
Saied yang merupakan ahli teori hukum dan mantan profesor hukum, menjabat sebagai Presiden Tunisia pada 2019. Ia telah menyebut dirinya sebagai penafsir utama konstitusi.
Ia menggunakan kekuasaan itu pada 25 Juli untuk memecat perdana menteri, membekukan parlemen dan mencabut kekebalan anggota parlemen, serta mengambil alih semua kekuasaan eksekutif. Ia bahkan telah mengambil alih kekuasaan kehakiman.
Langkahnya terjadi di tengah pertikaian legislatif kronis yang telah melumpuhkan pemerintahan. Itu diikuti oleh gerakan anti-korupsi yang mencakup penahanan, larangan bepergian, dan tahanan rumah bagi para politisi, pengusaha, serta pejabat pengadilan.
Saied belum menunjuk pemerintahan baru atau mengungkapkan peta jalan menuju normalisasi, meskipun tuntutan berulang oleh partai politik. Selama akhir pekan Saied mengatakan akan segera ada pencalonan untuk pemerintahan baru dan berbicara tentang reformasi konstitusi.
“Pemerintah akan datang, tetapi kita perlu tahu kebijakan apa yang akan diterapkan. Tujuannya adalah untuk memenuhi tuntutan rakyat Tunisia. Berurusan dengan pencuri atau pengkhianat tidak mungkin,” sambungnya.
Namun, sederet gebrakannya itu menuai kritik hakim dan lawan politiknya. Meski begitu, Kais Saied membenarkan keputusannya dengan mengutip Pasal 80 Konstitusi.
Tetapi beberapa orang Tunisia, yang jengkel dengan kelas politik mereka dan persepsi korupsi, impunitas dan kegagalan untuk meningkatkan standar hidup lebih dari satu dekade sejak protes negara itu meluncurkan pemberontakan Arab Spring, melihat mereka sebagai kejahatan yang diperlukan.