MINEWS, JAKARTA-Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kartim Haeruddin menjatuhkan vonis kepada mantan Ketua Umum PSSI Joko Driyono 1 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Jakarta Selatan, Selasa 23 Juli 2019.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengajukan tuntutan 2 tahun enam bulan penjara kepada terdakwa yang akrab disapa Jokdri tersebut.
Dirinya terbukti bersalah atas kasus perusakan garis polisi dan pengambilan barang bukti. Terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.
Ketua Majelis telah mendengar pembacaan dakwaan JPU 24 April dan telah mendegar saksi dan terdakwa di persidangan.
Memperhatikan surat dan barang bukti di persidangan. Menimbang, tuntutan JPU tersebut, terdakwa dan penasihat hukum telah membuat pleidoi yang pokoknya memohon terdakwa dibebaskan seluruh dakwaan.
Jokdri ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Februari setelah empat kali menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya terkait perusakan garis polisi. Dia resmi menjadi tahanan sementara Polda Metro Jaya atas kasus tersebut selama 20 hari sejak 25 Maret 2019.
Sebelumnya pihak Satgas Anti Mafia Bola Polri melakukan penggeledahan dan memasang garis polisi di bekas kantor Komisi Disiplin PSSI, Rasuna Office Park terkait kasus pengaturan skor kompetisi sepak bola Indonesia.
Jokdri menjalani gelar sidang perkara perdananya di Ruang Sidang H.M Ali Said, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 6 Mei. Sebelumnya, Jokdri disangkakan melanggar Pasal 363 KUHP atau Pasal 235 KUHP atau Pasal 233 KUHP atau Pasal 232 KUHP atau Pasal 221 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jokdri juga sebelumnya sudah membacakan pleidoi atau pembelaan pada Kamis 11 Juli 2019. Dia membacakan tujuh halaman pleidoi.
Sedangkan tim kuasa hukum membacakan 169 halaman secara singkat. Pada intinya, Mustofa menegaskan lima pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum tidak dapat dibuktikan di depan persidangan. Kelima pasal tersebut antara lain pasal 233, 231, 232, 221, dan 363 KUHP.
Mustofa menjelaskan bahwa kliennya sama sekali tidak memiliki kesengajaan atau maksud untuk melanggar garis polisi. Dengan demikian atas vonis tersebut, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya masih pikir-pikir.