Tindakan Ombudsman RI Memeriksa KPK adalah Keputusan yang Keliru

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai upaya Ombudsman RI (ORI) yang melakukan pemeriksaan dan pemanggilan kepada pengurus KPK adalah tindakan yang keliru. Hal ini disampaikan oleh Hari saat menggelar orasi di depan Gedung KPK pada Jumat, 30 Juli 2021.

Ia menegaskan bahwa ada beberapa poin penting yang menegaskan bahwa temuan ORI terkait laporan eks pegawai KPK yang tidak lolos TWK adalah sebuah kesalahan.

Yang pertama, ORI dinilai telah keliru menerima laporan wadah pegawai KPK dengan memeriksa KPK dan minta keterangan pelapor dan terlapor.

“Tes TWK adalah bukan satu satunya alat ukur alih status pegawai kpk menjadi ASN, masih ada tes karakteristik pribadi dan tes intelegelensia umum,” ujar Hari dalam keterangan resmi yang diterima Mata Indonesia, Jumat sore.

Ia juga menekankan bahwa UU KPK 2019 merupakan perubahan atas UU KPK 2002 yang mengutamakan perubahan filosofi, visi, misi dan strategi KPK. Salah satu perubahan mendasar adalah terdapat asas melindungi HAM disamping asas kepastian hukum.

“Perubahan UU KPK 2002 dengan UU KPK 2019 yang merupakan lex specialis systematic adaminitratif mengakibatkan KPK memiliki wewenang khusus dan berbeda dengan ketentuan umum admin kepegawaian UU ASN dan UU Pelayanan Publik,” katanya.

Hari juga mengungkapkan bahwa atas dasar perubahan asas tersebut, KPK diberi wewenang untuk mengeluarkan SP3 terhadap tersangka yang selama 2 tahun tidak diselesaikan penyidikannya. “Tugas utama KPK adalah melaksanakan strategi pencegahan disamping penindakan,” ujarnya.

Ia kemudian menjelasakn bahwa peralihan status pegawai KPK menjadi ASN cukup merujuk pada PP peralihan status pegawai KPK tersebut dan Perkom no 1 tahun 2021 dengan syarat dan tata cara berbeda dengan UU ORI Nomor 37 tahun 2008 dan UU No 5 tahun 2008 tentang Pelayanan Publik.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ORI tidak memiliki alasan hukum untuk menyatakan bahwa KPK telah melakukan maladministrasi,” katanya.

Sebab UU KPK No 19 Tahun 2019 merupakan lex specialis termasuk terhadap prosedur dan syarat untuk beralih status menjadi ASN KPK. “Maka tidak berlaku prosedur dan tata cara berdasarkan UU ASN yang berlaku umum untuk PNS dan ASN non lembaga penegak hukum,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini