MATA INDONESIA, KABUL – Donald Trump, Joe Biden, dan mantan Presiden Ashraf Ghani adalah sederet nama yang mengkhianati dan menghancurkan bumi Afghanistan, setidaknya itulah penilaian mantan jenderal top Afghanistan. Akibat ulah ketiga sosok tersebut, Afghanistan jatuh ke tangan Taliban.
“Kami dikhianati oleh politik dan presiden,” Sami Sadat, seorang jenderal bintang tiga yang pernah memimpin pasukan khusus Afghanistan, menulis dalam sebuah opini di The New York Times, melansir The Independent, Kamis, 25 Agustus 2021.
“Ini bukan hanya perang Afghanistan; itu adalah perang internasional, dengan banyak militer yang terlibat. Mustahil bagi satu tentara saja, milik kita, untuk mengambil pekerjaan itu dan berperang. Ini adalah kekalahan militer, tetapi itu berasal dari kegagalan politik,” tuturnya.
Jatuhnya Afghanistan dimulai jauh sebelum Taliban menyerbu Kabul dalam beberapa pekan terakhir, menurut sang jenderal. Pertama, tulisnya, ada perjanjian damai antara pemerintahan Trump pada Februari 2020 dengan kelompok garis keras itu.
Sebuah perjanjian yang menurut Sami Sadat menghancurkan Afghanistan karena menetapkan persyaratan untuk penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) tanpa pembagian kekuasaan konkret antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.
Menurut Sadat, memberikan tenggat waktu untuk penarikan pasukan AS di Afghanistan, memungkinkan Taliban untuk menunggu dan menghancurkan negara itu begitu mereka pergi.
Selanjutnya, sang jenderal berpendapat bahwa pemerintahan Presiden Biden terus melanjutkan rencana umum pemerintahan Trump, yakni menarik jumlah pasukan serta ribuan kontraktor militer yang penting guna mempertahankan pasokan untuk keuntungan dan teknologi seperti helikopter dan pesawat tak berawak yang memberi tentara Afghanistan lebih.
“Saya sedih melihat Tuan Biden dan pejabat Barat menyalahkan Angkatan Darat Afghanistan karena runtuh tanpa menyebutkan alasan mendasar yang terjadi. Perpecahan politik di Kabul dan Washington mencekik tentara dan membatasi kemampuan kami untuk melakukan pekerjaan kami,” sambungnya.
Presiden Joe Biden menegaskan bahwa AS tidak dapat berjuang untuk mencapai Afghanistan yang stabil. Menurutnya, semakin cepat pasukan AS meninggalkan negara yang terletak di antara wilayah Asia Tengah dan Asia Selatan itu, maka itu semakin baik.
“Pasukan Amerika tidak bisa dan tidak seharusnya berperang dalam perang dan mati dalam perang yang pasukan Afghanistan tidak mau berjuang untuk diri mereka sendiri,” katanya dalam sambutannya pekan lalu.
Tentara Afghanistan telah sangat menderita selama perang di dalam negeri mereka. Sekitar seperlima dari total kekuatan tempurnya, yakni 66.000 orang tewas dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Itu akan setara dengan 260.000 tentara AS yang sekarat, mengingat ukuran relatif dari dua kekuatan militer. Akhirnya, komandan tertinggi itu menyalahkan mantan presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan pemerintahnya atas budaya korupsi yang benar-benar menjadi tragedi nasional negaranya.
Ghani bahkan melarikan diri dari Afghanistan ketika Taliban mendekati Kabul. Dalam video yang diposting di jejaring sosial, Ghani mengatakan bahwa kepergiannya diperlukan demi menjaga perdamaian.
“Jika saya tetap tinggal, banyak orang sebangsa saya akan menjadi martir dan Kabul akan menghadapi kehancuran,” kata Ghani.