Teuku Nyak Arief, Gubernur yang Rela Diculik Demi Keutuhan Aceh

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Setiap bicara pahlawan Aceh kita seperti tidak bisa lepas dari nama Tjoet Nja Dien, Teuku Umar, Tjut Moetia dan nama-nama yangsering muncul di buku sejarah. Padahal ada seorang  Aceh yang rela  mengorbankan diri dan hartanya demi keutuhan Aceh.

Dialah Teuku Nyak Arief. Lelaki kelahiran Ulee Lheue, 17 Juli 1899 rela ditawan Laskar Mujahidin dan Tentara Perlawanan Rakyat (TPR) yang melakukan pemberontakan ingin mengambil alih pemerintahan Aceh.

Saat itu, Nyak Arief sudah menjabat Gubernur Aceh. Dialah pejabat pertama kepala daerah wilayah itu yang dilantik oleh Gubernur Sumatera pertama yaitu Mohammad Hasan.

Peristiwa Nyak Arief ditawan itu berawal dari Perang Cumbok pada Desember 1945 yang mengakibatkan perpecahan antara golongan bangsawan dan Ulama.

Ulama ingin merebut tampuk pemerintahan dari golongan Uleebalang (bangsawan). Pada saat itu Teuku Nyak Arief merasa sedih ketika mendengar peritiwa tersebut, karena Ia telah berusaha mempersatukannya sejak zaman Hindia Belanda dan Jepang, dan berhasil. Namun perpecahan sepertinya tidak mungkin dielakkan bangsa Aceh saat itu.

Ulama di bawah PUSA dan Pesindo berhasil menguasai Aceh, dan membunuh banyak Uleebalang serta mengambil alih harta dan tanah mereka. Laskar Ulama (Mujahiddin) yang di dipimpin Husein Al Mujahid mempunyai ambisi untuk menggantikan residen Teuku Nyak Arif, dan mendapat dukungan dari TPR (Tentara Perlawanan Rakyat).

Penangkapan terhadap Teuku Nyak Arief dilakukan pada saat ia dalam keadaan sakit. Dia memang sengaja membiarkan dirinya ditawan dan melarang pasukan pengawalnya melakukan perlawanan, semata-mata demi keutuhan Aceh.

Teuku Nyak Arief kemudian dibawa ke Takengon dan tanggal 4 Mei 1946, beliau meninggal dunia.

Nyak Arief diputuskan diangkat menjadi Gubernur atau Residen Aceh 3 Oktober 1945 karena pada 29 Agustus 1945 diangkat menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Aceh.

Di tengah perang mempertahankan kedaulatan Aceh, Nyak Arief memang berjuang mati-matian untuk Tanah Rencong itu. Dia tidak segan memikul biaya perang mempertahankan kedaulatan Indonesia dari serangan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia saat itu.

Dia tidak segan menjual harta pribadinya, termasuk seluruh perhiasan milik sang istri demi Indonesia dan Aceh yang merdeka. Sayang di akhir hayatnya dia tidak bisa mengelak dari pemberontakan di wilayah itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini