MATA INDONESIA, TEL AVIV – Israel mengeluarkan perintah militer yang menunjuk enam kelompok hak asasi manusia (HAM) Palestina terkemuka sebagai organisasi teroris. Hal ini menuai kutukan Otoritas Palestina, kelompok-kelompk hak asasi manusia, dan PBB.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Pertahanan Israel mengklaim bahwa kelompok-kelompok itu terkait dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), sebuah gerakan sayap kiri dengan sebuah partai politik, dan sayap bersenjata yang telah melakukan serangan mematikan terhadap warga Israel.
“Kelompok-kelompok kemanusiaan itu merupakan jaringan organisasi yang aktif menyamar di front internasional atas nama Front Populer. Mereka dikendalikan oleh para pemimpin senior PFLP dan mempekerjakan anggotanya, termasuk beberapa yang berpartisipasi dalam aktivitas teror,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Israel.
Kementerian Pertahanan Israel juga menuduh kelompok-kelompok tersebut berfungsi sebagai sumber utama pembiayaan untuk PFLP dan telah menerima sejumlah besar uang dari negara-negara Eropa dan organisasi internasional. Namun, pihak kementeriaan tidak menjelaskan lebih lanjut.
Sejumlah kelompok yang ditunjuk sebagai organisasi teroris itu termasuk Al-Haq – organisasi HAM yang didirikan tahun 1979, kelompok hak Addameer, Pertahanan untuk Anak Internasional-Palestina, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bisan, serta Komite Persatuan Perempuan Palestina dan Komite Persatuan Kerja Pertanian.
Otoritas Nasional Palestina (PA) mengutuk keputusan Israel tersebut. Mereka mengatakan hal itu sebagai serangan tanpa henti terhadap masyarakat sipil Palestina.
“Fitnah yang salah dan memfitnah ini adalah serangan strategis terhadap masyarakat sipil Palestina dan hak dasar rakyat Palestina untuk menentang pendudukan ilegal Israel dan mengungkap kejahatan yang terus berlanjut,” katanya.
Sementara Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Ned Price menyatakan bahwa kantornya belum diberi peringatan terlebih dahulu tentang penunjukan tersebut.
“Kami akan melibatkan mitra Israel kami untuk informasi lebih lanjut mengenai dasar penunjukan itu,” kata Price pada briefing telepon dengan wartawan di Washington.
“Kami percaya penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan masyarakat sipil yang kuat sangat penting bagi pemerintahan yang bertanggung jawab dan responsif,” ucapnya.
Dalam pernyataan bersama, Amnesty International dan Human Rights Watch mencatat bahwa perintah militer secara efektif melarang kegiatan enam kelompok tersebut.
Akibatnya, pasukan keamanan Israel berwenang untuk menutup kantor kelompok, menyita aset mereka dan menangkap serta memenjarakan anggota staf mereka. Mendanai atau bahkan secara terbuka menyatakan dukungan untuk kegiatan mereka juga dilarang.
“Keputusan yang mengerikan dan tidak adil ini merupakan serangan oleh pemerintah Israel terhadap gerakan hak asasi manusia internasional,” kata Amnesty dan HRW.
Omar Shakir, direktur Israel dan Palestina di HRW, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa langkah Israel adalah bagian dari “serangan sistematis terhadap advokasi hak asasi manusia”.
“Saya pikir ini adalah reaksi terhadap pengakuan pemerintah Israel bahwa ada kesadaran yang berkembang tentang pelanggaran berat yang mereka lakukan, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, apartheid, dan penganiayaan terhadap jutaan orang Palestina,” tutur Shakir.
“Ini benar-benar perkembangan yang mengkhawatirkan dan ini adalah ujian tekad komunitas internasional untuk melindungi pembela hak asasi manusia dalam menghadapi serangan berkelanjutan,” tuntasnya.