MATA INDONESIA, YERUSALEM – Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett kabarnya mendesak Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menerima tawaran yang diajukan seterunya, Rusia.
Seorang pejabat Ukraina membenarkan kabar tersebut dan menambahkan bahwa Presiden Zelenskyy diminta untuk menerima syarat yang diajukan Presiden Vladimir Putin demi mengakhiri invasi yang telah berlangsung sejak 24 Februari 2022.
Menurut pejabat itu, Zelenskyy tidak menerima saran Bennett dan menyatakan bahwa panggilan telepon itu diprakarsai oleh politisi sayap kanan Israel itu.
“Jika saya jadi Anda, saya akan memikirkan kehidupan orang-orang saya dan menerima tawaran itu,” kata Bennett, melansir Jerussalem Post.
“Saya mendengar Anda,” kata Zelenskyy.
Menurut laporan, Presiden Ukraina dan rakyatnya tidak menyukai saran tersebut.
“Bennett menyuruh kami untuk menyerah. Kami tidak berniat melakukannya. Kami tahu tawaran Putin baru permulaan,” kata pejabat itu.
Dalam dua pekan terakhir, dan terutama sejak kunjungan Bennett ke Moskow, kantor perdana menteri dan Kementerian Luar Negeri telah mengklaim bahwa upaya mediasi Israel memaksa mereka untuk mempertahankan pendekatan yang lebih hati-hati dan seimbang.
Pesan ini juga diteruskan secara diam-diam ke kantor Zelenskyy. Pejabat itu juga mengatakan bahwa Israel meminta Ukraina untuk tidak meminta lebih banyak bantuan militer dan pertahanan karena permintaan semacam itu dapat membahayakan upaya mediasi.
Masih menurut pejabat itu, kantor Zelenskyy tidak melihat hasil dari mediasi. Dia mengatakan bahwa Bennett tidak banyak membantu dan hanya menyampaikan pesan di antara kedua belah pihak.
Menurutnya, seorang mediator perlu mencoba untuk membuat kompromi antara kedua belah pihak dan membuat penawarannya sendiri.
“Kami tidak membutuhkan kotak surat. Kami sudah cukup dengan itu. Jika Bennett ingin bersikap netral dan menengahi, kami berharap dia menunjuk seseorang untuk mengerjakannya siang dan malam dan mencoba untuk berkompromi,” tuturnya.
Pejabat Ukraina percaya bahwa keterlibatan Bennett dalam upaya diplomatik berasal dari tidak ingin mengambil sikap yang jelas mengenai invasi Rusia karena takut akan merusak hubungan Israel dengan Rusia.