MATA INDONESIA, JENEWA – Duta Besar Pakistan sekaligus perwakilan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Khalil Hasmi, mengkritik sikap Amerika Serikat yang menolak usulan penyelidikan internasional atas dugaan kejahatan yang dilakukan oleh israel dan milisi Palestina, Hamas selama pertempuran yang berlangsung 11 hari.
“Sayangnya, para pejuang hak asasi manusia global yang mengaku dirinya terus melindungi penjajah dari akuntabilitas global, dan secara harfiah memberikan senjata dan amunisi untuk kejahatan perang yang dilaporkan secara luas dan kejahatan apartheid terhadap rakyat Palestina,” tutur Duta Besar Pakistan untuk OKI, Khalil Hashmi, melansir Reuters, Jumat, 28 Mei 2021.
Pertempuran berkobar setelah Hamas menuntut Israel menarik pasukannya di kompleks Al Aqsa di Yerusalem Timur dan distrik Sheikh Jarrah di Yerusalem –di mana penggusuran keluarga Palestina telah memicu protes dan amarah. Hamas kemudian meluncurkan roket ke arah Israel.
Kompleks tersebut terletak di atas dataran tinggi Kota Tua yang dikenal oleh umat Islam sebagai al-Haram al-Sharif, atau Tempat Suci, dan bagi orang Yahudi sebagai Temple Mount. Ini adalah situs paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina.
Sebelumnya, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet mengatakan bahwa serangan mematikan Israel di Jalur Gaza adalah kejahatan perang. Ia juga mengatakan milisi Palestina, Hamas telah melanggar hukum humaniter internasional karena menembakkan roket ke wilayah Israel.
Bachelet mengungkapkan kantornya telah memverifikasi kematian 270 warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, termasuk di antaranya 68 anak, selama pertempuran bulan ini. Sebagian besar tewas di Gaza yang dikuasai Hamas – tempat Israel memerangi militan selama 11 hari dan berakhir dengan gencatan senjata.
Sementara itu, lanjut Bachelet, serangan Israel ke Jalur Gaza menyebabkan kehancuran dan kerusakan terhadap infrastruktur warga sipil, bahkan merenggut korban jiwa.
“Terlepas dari klaim Israel bahwa banyak dari bangunan ini menjadi tempat kelompok bersenjata atau digunakan untuk tujuan militer, kami belum melihat bukti dalam hal ini,” kata Bachelet.
“Jika ditemukan fakta bahwa serangan tersebut tidak membedakan target dan tidak proporsional, maka serangan semacam itu mungkin merupakan kejahatan perang,” sambungnya.