MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Polisi Myanmar melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan massa yang memprotes kudeta militer ketika para menteri luar negeri negara-negara tetangga bersiap mengadakan pembicaraan dengan junta militer dalam upaya untuk menemui solusi damai dari krisis dalam negeri di Myanmar.
Meski demikian, demonstran yang mayoritas mengenakan helm dan memegang perisai darurat tak gentar. Demonstran yang diestimasi berjumlah ratusan orang itu berkumpul di berbagai bagian kota utama Yangon untuk meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintahan junta militer.
“Jika kita tertindas, pasti akan terjadi ledakan. Jika kami kena, kami akan balas menyerang,” teriak seorang pengunjuk rasa sebelum polisi menembakkan granat kejut untuk membubarkan kerumunan di empat bagian kota berbeda, melansir Reuters, Selasa 2 Maret 2021.
Tidak ada laporan korban luka di Yangon. Namun, setidaknya empat orang mendapat cedera di kota barat laut Kalev –tempat polisi menembakkan peluru tajam untuk membubarkan kerumunan setelah pengunjuk rasa melemparkan barang-barang ke arah polisi yang maju, kata seorang saksi mata.
“Mereka bertingkah seperti berada di zona perang. Saya merasa sangat marah sekaligus sedih pada saat bersamaan,” kata seorang guru.
Guru yang tak ingin disebutkan namanya itu mengatakan bahwa selain empat orang yang terluka oleh peluru tajam, beberapa demonstran juga mengalami luka-luka akibat karet.
Kudeta tersebut menghentikan langkah tentatif Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer. Kudeta yang terjadi pada awal Februari ini juga menuai kecaman dan sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, serta meningkatnya kekhawatiran di antara tetangganya.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan rekan-rekannya di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan memberi tahu perwakilan junta Myanmar bahwa mereka terkejut dengan kekerasan tersebut.
“Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka,” katanya.