MATA INDONESIA, JAKARTA – Bagi orang kebanyakan, mendapatkan rumah itu tidak mudah. Tak heran bila antrean orang untuk mendapat hunian yang layak di Indonesia sangat panjang. Bila setiap satu keluarga perlu satu unit hunian, menurut catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Indonesia masih memerlukan 11 juta unit hunian baru. Antrean itu yang sebutannya backlog perumahan.
Jumlah backlog itu tak kunjung menyusut karena tiap tahunnya muncul keluarga baru. Jika hunian itu rumah layak huni, kebutuhannya pun jauh lebih besar. Pasalnya, 29 juta unit rumah di Indonesia berstatus tidak layak huni, tak ada akses jalan, dan tidak adanya air bersih serta sarana sanitasi.
Bagi kebanyakan orang, rumah itu mahal. Mereka adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah(MBR) yang sulit bisa membeli hunian secara tunai. Maka, butuh lembaga pembiayaan perumahan rakyat. Utamanya untuk menyediakan kredit murah. Peran ini sekarang ada di Badan Pelaksana Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Namun kini perannya semakin penting. Karena mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola investasi pemerintah. Dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN), dalam jumlah yang besar. Sebagai lembaga pembiayaan, BP Tapera berbeda jangkauan layanannya. Ia tidak hanya merangkul para pekerja reguler yang berpenghasilan tetap, melainkan juga melayani pekerja mandiri seperti pelaku usaha mikro, petani, atau nelayan. Syaratnya, menjadi peserta BP Tapera.
Memasuki tahun 2022, BP Tapera mendapat target membiayai pembangunan hunian 200 ribu unit dan optimalisasi (renovasi) 26.000 rumah lainnya agar menjadi hunian sehat. Target itu adalah bagian dari Program Satu Juta Rumah per tahun Kementerian PUPR sejak 2016.
Untuk melaksanakan amanat itu, BP Tapera yang sudah berkiprah sejak 2018 akan menyalurkan dana Rp 23 triliun. Rinciannya, Rp19,1 triliun berasal dari APBN sebagai fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), yang tersalurkan sebagai PMN. Bunganya 5 persen per tahun. Ada pula dana Rp 3,9 triliun dari tabungan serta pengembalian pokok kredit. Penyaluran keluar masuknya dana melalui bank kustodian tunggal BP Tapera, yakni Bank BRI.
BP Tapera adalah badan hukum publik. Ia bertanggung jawab pada Komite Tapera yang terdiri dari Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan unsur profesional. Komite ini melakukan pengawasan ke BP Tapera, yang pelaksanaannya antara lain oleh Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI.
Sebagai salah satu bentuk skema pengawasan, BP Tapera telah menandatangani kontrak kinerja pengelolaan investasi pemerintah, dalam hal ini ialah FLPP, dengan Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu. Penandatangan kontrak ini pada 15 Maret 2022 di Gedung Kementerian Keuangan.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan, BP Tapera berupaya menjaga agar pengelolaan dana FLPP itu sesuai dengan tujuan investasi pemerintah, yakni menyediakan perumahan rakyat yang sehat dan terjangkau. ‘’Kami optimistis optimalisasi target tahun 2022 tercapai,’’ ujarnya.
Sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP), menurut Adi Setianto, BP Tapera melihat optimisme dari bank penyalur untuk mengalirkan FLPP. Jumlah pelaksana pembangunan rumah bersubsidi itu pun memperlihatkan tren yang meningkat. ‘’Namun sebagai OIP kami menegaskan bahwa kualitas rumah dan ketepatan sasarannya ialah prioritas utama kami dalam penyaluran dana pembiayaan perumahan bagi MBR,’’ kata Adi Setianto.
Menurut Adi Setianto, prioritas itu sesuai amanah agar mengoptimalisasikan dana FLPP sehingga menjadi dana murah yang bergulir secara berkelanjutdan dalam jangka panjang. Dengan begitu, manfaatnya memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mendapatkan hunian yang layak dan terjangkau.
Dalam kontrak kinerja di Kemenkeu , BP Tapera harus menjaga kinerjanya atas tiga sasaran strategis.
- Pertama, layanan prima dengan indikator realisasi penyaluran dana FLPP dan tingkat keterhunian rumah oleh MBR.
- Kedua, peningkatan akuntabilitas pengelolaan dana FLPP yang berkelanjutan dengan indikator kinerja rekonsiliasi dengan bank penyalur serta penyelesaian temuan auditor.
- Ketiga ialah pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, dan akuntabel dengan indikator kinerja ketepatan waktu pencairan alokasi dana. Sesuai rencana penarikan dana dan realisasi jumlah imbal hasil dana FLPP yang disetorkan ke Rekening Investasi BUN (RIBUN).