MATA INDONESIA, WASHINGTON – Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan menegaskan bahwa tidak ada jaminan yang dapat ditawarkan mengenai masa depan Afghanistan setelah pasukan Amerika Serikat (AS) pergi. Meski demikan, ia memastikan, AS akan tetap fokus pada ancaman teroris yang berasal dari negara itu.
Presiden Joe Biden mengumumkan, AS akan menarik sisa pasukan yang berjumlah 2,500 di Afghanistan pada 11 September atau pada peringatan ke-20 serangan al-Qaeda yang memicu perang terpanjang di AS.
Mantan Senator Delaware tersebut juga mengatakan, AS akan tetap memantau ancaman tersebut, mengatur kembali kemampuan kontraterorisme, dan menyimpan aset substansial di kawasan itu untuk menanggapi ancaman terhadap Amerika Serikat yang muncul dari Afghanistan.
Ketika ditanyai dalam program Fox News Sunday mengenai risiko terulangnya apa yang terjadi di Irak –tempat militant ISIS merebut wilayah setelah pasukan AS mundur tahun 2011, yang kemudian membuat mantan Presiden Barack Obama kembali mengirim pasukan ke Irak.
Sullivan mengungkapkan bahwa Presiden Joe Biden sama sekali tak berniat mengirim pasukan AS kembali ke Afghanistan. Ia juga tak dapat menjamin akan stabilitas keamanan di Afghanistan selepas kepergian pasukan AS.
“Yang bisa dilakukan Amerika Serikat hanyalah menyediakan pasukan keamanan, pemerintah, dan sumber daya serta kemampuan rakyat Afghanistan, melatih dan melengkapi pasukan mereka, memberikan bantuan kepada pemerintah mereka,” tutur Sullivan.
“Kami telah melakukannya dan sekarang saatnya bagi pasukan Amerika untuk pulang dan orang-orang Afghanistan untuk membela negara mereka sendiri,” kata Sullivan, melansir Reuters, Senin, 19 April 2021.
Mantan Presiden Donald Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa meninggalkan Afghanistan adalah hal yang luar biasa dan positif untuk dilakukan. Namun, ia menyerukan penarikan pasukan AS yang lebih cepat. Di mana Trump telah menetapkan batas waktu 1 Mei untuk untuk meninggalkan bumi Afghanistan.
Direktur CIA William Burns mengatakan kepada Komite Intelijen Senat pada pekan lalu, kemampuan Paman Sam untuk mengumpulkan intelijen dan bertindak melawan ancaman ekstremis di Afghanistan akan berkurang setelah kepergian pasukan AS.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Januari mengungkapkan terdapat 500 pejuang al Qaeda di Afghanistan dan bahwa Taliban mempertahankan hubungan dekat dengan kelompok ekstremis tersebut. Namun, Taliban menyangkal keberadaan Al Qaeda di negara tersebut.