MATA INDONESIA, JAKARTA – Kekebalan tubuh terhadap Covid-19 tidak bersifat permanen. Jadi, peningkatan kadar antibodi warga tidak 100 persen menjamin lonjakan penularan penyakit itu tidak terjadi lagi.
”Artinya tidak bisa menjamin 100 persen tidak terjadi lonjakan. Kita tahu bahwa imunitas terhadap Covid-19 tidak bersifat permanen,” kata Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman
Dicky menjelaskan hasil sero survei yang menunjukkan lanskap imunitas jauh lebih kuat dari sebelumnya. Dan ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi imunitas warga di suatu wilayah atau negara.
Gambaran kondisi itu sebenarnya dapat menjadi dasar untuk melonggarkan pembatasan. Namun, ia melanjutkan, hasil sero survei dengan teknik sampling tidak memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi kelompok warga yang tergolong rentan, seperti lanjut usia, penderita komorbid, dan anak-anak.
”Ingat, ada kelompok masyarakat yang belum eligible (layak) terhadap vaksin Covid ini. Yaitu anak di bawah 5 tahun yang belum bisa mendapatkan vaksin dan lansia yang menurun imunitasnya,” katanya.
Selain itu, ia mengatakan imunitas tubuh terhadap Covid-19 hanya akan bertahan setidaknya sampai lima bulan setelah vaksinasi. Kondisi menurunnya intensitas pemeriksaan untuk melacak kasus Covid-19, membuat risiko penularan virus corona tetap ada dalam masyarakat.
Dicky menekankan pentingnya kehati-hatian untuk mencegah potensi peningkatan kasus Covid-19 dalam jumlah moderat sekali pun.
”Kalau bicara Indonesia, 1 persen itu sudah jutaan,” katanya.
Dicky menyarankan pemerintah tetap menggencarkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 penguat pada warga guna menekan risiko peningkatan kasus pada masa libur Lebaran.
”Saya memilih sikap sebagai epidemiolog ya konservatif. Saya lebih confident meletakkan dasar imunitas ini pada kelompok atau upaya yang berbasis vaksinasi, bukan terinfeksi. Oleh karena itu, akselerasi booster, akselerasi pada dosis kedua harus dijaga, jangan sampai terjadi euforia akibat rilis data seperti ini,” katanya.
