MATA INDONESIA, JAKARTA – Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menemukan tujuh alasan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020 jangan ditunda.
Riset itu berdasarkan kajian data sekunder dari tiga lembaga yaitu Komite Penanganan Covid19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), worldometer dan WHO.
Ketujuh alasan yang diungkapkan peneliti LSI DNNY JA Ikrama Masloman adalah sebagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan legitimasi, sebab jika pilkada ditunda maka 270 daerah di Indonesia akan dipimpin pelaksana tugas (Plt). Legitimasi Plt berbeda dan kewenangannya terbatas
Selain itu, pada Februari 2021, ada lagi 209 kepala daerah yang selesai masa jabatannya.
Kedua, persoalan proporsi. Sebab dari 270 wilayah yang akan melaksanakan pilkada, ada 44 wilayah atau 16,3 persen yang terkena zona merah.
Ketiga, alasan kepastian hukum dan politik karena jika pilkada kembali ditunda menunggu vaksin dapat digunakan masyarakat maka tidak ada kepastian.
Keempat, alasan pilihan kebijakan bahwa dalam setiap situasi sulit atau krisis, setiap pemimpin punya pilihan kebijakan yang memang tak mudah, namun tetap harus diambil dengan mempertimbangkan semua aspek.
Kelima, berkaitan dengan kesehatan. Mengingat hanya 16,3 persen daerah pelaksana Pilkada yang masuk dalam zona merah, maka perlu dibuat aturan khusus di zona tersebut.
Keenam, adalah alasan ekonomi, mengingat kondisi ekonomi masyarakat secara nasional sedang mengalami penurunan, yakni minus 5,32 persen dan 3,5 juta pekerja telah di PHK maupun dirumahkan.
Ketujuh melakukan modifikasi bentuk kampanye, seperti Amerika Serikat yang tidak menunda pemilu, melainkan memodifikasi bentuk kampanye tanpa menghadirkan orang banyak.