Soal Pakta Nuklir 2015, AS dan Iran Mulai Melunak?

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) bereaksi dingin atas saran Iran bahwa kedua negara harus segera mengambil langkah demi kembali ke Pakta Nuklir Iran 2015. Meski demikian, seorang pejabat AS mengatakan sikap tersebut tidak boleh dilihat sebagai penolakan.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif mengungkapkan salah satu cara untuk menjembatani kebuntuan dengan Washington adalah agar seorang pejabat UE hadir sebagai mediator demi memulihkan Pakta Nuklir 2015 yang ditinggalkan pada 2018 oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

Ini merupakan pertama kalinya Zarif mengisyaratkan Iran mungkin akan mengalah dalam tuntutannya agar terbebas dari sanksi ekonomi. Pemerintahan Presiden Joe Biden bersikeras mengatakan bahwa AS hanya akan kembali ke Pakta Nuklir 2015, bila Iran kembali patuh.

“Kami belum … melakukan diskusi dengan Iran dan saya tidak berharap kami akan melakukannya sampai langkah awal itu maju,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price, melansir Reuters, Rabu, 3 Februari 2021.

“Ada banyak langkah dalam proses itu … sebelum kami mencapai titik di mana kami akan terlibat langsung dengan Iran dan bersedia untuk menerima segala jenis proposal,” sambungnya.

Pejabat AS lainnya mengatakan, komentar Price tidak boleh dianggap penolakan terhadap gagasan Zarif, melainkan mencerminkan fakta bahwa tim Biden untuk Iran berkomitmen untuk berkonsultasi secara luas.

“Tidak ada penolakan. Kami belum mulai bernegosiasi dengan Iran atau dengan siapa pun karena prioritas kami adalah berkonsultasi dengan mitra dalam kesepakatan nuklir dan di kawasan,” kata pejabat tersebut.

Di bawah Pakta Nuklir 2015 antara Iran dan enam negara besar, Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Tegaskan Bansos Harus Bermanfaat, Bukan Alat Judi Daring

Oleh : Wiliam Pratama Bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh pemerintah merupakan bentuk nyata kepeduliannegara terhadap masyarakat yang terdampak situasi ekonomi. Di tengah tekanan daya beliakibat fluktuasi harga kebutuhan pokok, bansos menjadi instrumen penting untuk menjagastabilitas sosial, membantu keluarga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar, sertamenjadi penguat daya tahan rumah tangga. Namun di balik niat baik itu, terdapat tantanganserius: penyalahgunaan bansos untuk praktik Judi Daring yang merusak sendi ekonomi dan moral masyarakat. Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, secara tegas mengingatkan masyarakatpenerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) agar tidak menyalahgunakan dana bantuan untukaktivitas yang kontraproduktif. Dalam kunjungannya ke Kota Pekanbaru, Wapres meninjaulangsung proses penyaluran BSU yang diberikan kepada pekerja sektor informal dan buruhterdampak ekonomi. Ia menekankan bahwa bansos ini bukan untuk dibelanjakan pada kegiatan spekulatif seperti Judi Daring, tetapi harus digunakan untuk memenuhi kebutuhanpokok dan memperkuat ekonomi keluarga. Peringatan Wapres Gibran bukan tanpa dasar. Praktik Judi Daring saat ini telah menjangkitiberbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada dalam tekanan ekonomi. Dengandalih “mencari keberuntungan,” sebagian masyarakat justru terjebak dalam pusaran hutangdan ketergantungan. Hal ini sangat ironis, karena dana yang disediakan negara sebagaipenopang hidup justru berpotensi menjadi jalan kehancuran jika tidak digunakan secara bijak. Hal senada juga ditegaskan oleh Gubernur Jawa...
- Advertisement -

Baca berita yang ini