MATA INDONESIA, JAKARTA-Keputusan impor beras yang bakal dilakukan oleh Perum Bulog mendapat sorotan dari Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta.
Menurutnya, Perum Bulog perlu melakukan sejumlah langkah guna memaksimalkan penyerapan beras dari petani sebelum memutuskan untuk mengimpor beras.
Karena berdasarkan data BPS, terdapat peningkatan produksi di tahun 2020 kalau dibandingkan dengan 2019. Selain itu, impor juga kurang bijak kalau dilakukan di masa panen raya.
Menurut dia, memasuki masa panen pada Maret hingga April, produksi beras dalam negeri dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog.
Soal izin impor yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dari masih kurangnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk cadangan bencana maupun krisis pangan.
“Pergerakan harga beras dari waktu-waktu seharusnya bisa dijadikan salah satu acuan dalam menentukan perlu tidaknya impor beras,” ujar Felippa.
Ia mengingatkan BPS mencatat bahwa produksi beras tahun 2020 mencapai 31,63 juta ton atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar sebesar 31,31 juta ton.
BPS menyebut bahwa angka produksi tersebut diperoleh dari luas panen padi 2020 mencapai 10,79 juta hektare atau mengalami kenaikan 108,93 ribu hektare atau 1,02 persen dibandingkan luas panen tahun 2019 yang sebesar 10,68 juta hektare.
Felippa mengatakan eksekusi impor beras dapat mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ketersediaan pasokan di dalam negeri, hasil panen, dan juga harga beras internasional yang sedang murah. Perlu dipertimbangkan pula bahwa proses impor memakan waktu yang lama, dari pembelian hingga distribusinya.
Selain itu, ujar dia, ketersediaan pasokan beras yang mencukupi juga merupakan bentuk antisipasi atas kemungkinan krisis pangan akibat pandemi yang dinilai telah menimbulkan kerawanan pangan bagi banyak masyarakat Indonesia.
Felippa mengingatkan pentingnya data yang akurat sebagai salah satu basis pengambilan kebijakan di sektor pertanian, termasuk impor. Data akurat dan harmonis antarsemua institusi dapat dijadikan basis pengambilan kebijakan yang efektif dalam sektor pertanian.
“Diharapkan hal ini dapat membantu perumusan kebijakan impor sejak dari jauh-hari, selain juga perlu mempertimbangkan panjangnya proses impor,” katanya.
Pemerintah berencana melakukan impor beras sekitar satu juta ton pada awal 2021 ini. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyediaan CBP sebanyak 500 ribu ton dan kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.