MATA INDONESIA, JAKARTA-Penerapan pertanian cerdas atau smart farming menjadi jawaban terkait tantangan yang dihadapi sektor agribisnis di Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih.
“Peran smart farming sangat bagus dalam membangun agribisnis. Tidak hanya hulu tapi juga hilir dan jasa penunjang untuk pertanian dan suplai chain,” ujarnya di Jakarta, Jumat 22 Oktober 2021.
Saat ini, dunia menghadapi tantangan kekurangan pangan, dunia membutuhkan produksi, sementara di sisi lain untuk mencukupi hal itu dihadapkan pada lahan semakin terbatas, serta iklim dan cuaca sulit diprediksi karena pemanasan global.
Untuk itu negara-negara berlomba cara menerapkan yang paling efektif dan efisien untuk menjawab tantangan dalam usaha agribisnis, lanjutnya, dan juga di Indonesia.
“Tidak hanya dunia, kita sebagai bangsa membutuhkan cara baru bertani yang cerdas atau smart farming, dengan dibantu sistem dan teknologi,” ujarnya.
Menurut Menteri Pertanian 2001-2004 itu, Indonesia tidak cukup hanya mengusahakan smart farming, karena sub sektor hulu atau on farm masih menjadi penghambat dari kemajuan hilir atau off farm.
“Tidak bisa ada smart farming kalau lingkungan, layanan tidak smart juga. Layanannya sistem pupuk, irigasi,” kata Bungaran.
Meskipun demikian, menurut dia, teknologi canggih hanyalah alat bukan tujuan, karena teknologi buat pelaku utama yaitu para petani, tujuannya meningkatkan efisien, peningkatan pendapatan, dan mencegah kerusakan lingkungan.
“Teknologi canggih hanyalah alat bukan tujuan, kita perlu tingkatkan ini sesuai pada level. Pertanian bermacam-macam ada petani gurem, usaha manengah dan bermodal besar,” katanya
Dikatakannya, perlu dibantu penjelasan sederhana tentang pertanian cerdas agar mudah dipahami, praktis untuk diajarkan kepada petani, selain itu alatnya harus disesuaikan dengan tingkatan petani.