MATA INDONESIA, JAKARTA – Ancaman likuiditas ketat di industri keuangan akibat virus corona kian dirasakan seluruh bagian dari industri jasa keuangan bank dan non-bank. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan sejumlah skema untuk mengantisipasi hal tersebut.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, salah satu skema yang ditawarkan pemerintah yakni memberikan bantuan likuiditas. Bantuan itu khusus untum sektor jasa keuangan.
Nantinya, bantuan ini melalui penempatan deposito kepada bank anchor alias bank yang menjadi bank jangkar. Sekedar informasi, yang imaksud bank jangkar yakni terdiri dari bank-bank sistemik milik pemerintah atau swasta.
“Ini skemanya akan ditunjuk bank peserta yang sebelumnya bank jangkar atau bank anchor, BI tempatkan deposit, ditambah bank yang kredibel yakni bank sistemik akan dispesifikasikan detail bank mana yang jadi bank peserta,” kata Wimboh beberapa waktu lalu di Jakarta.
Definisi bank sistemik yaitu bank yang memiliki jumlah aset besar dan kompleksitas produk variatif, dengan konglomerasi keuangan. Bank sistemik pun memiliki keterkaitan dengan bank lain dan posisinya tidak tergantikan jika terjadi kegagalan bayar.
Sedangkan istilah likuiditas perbankan berarti kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya. Ini terjadi apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait.
Wimboh pun mengatakan bank-bank lain dapat mengajukan pinjaman kepada bank anchor. Asal saja dengan beberapa mekanisme berbeda untuk bank sistemik dan non-sistemik dan jaminan pinjaman seperti high quality asset.
Terkait dengan pinjaman likuiditas yang diberikan akan disesuaikan dengan suku bunga pasar atau market rate. Hal ini dilakukan agar perusahaan yang mengajukan bantuan likuiditas ini menjadi last resources, bukan sebagai first resources.
Fasilitas tersebut hanya bisa didapatkan oleh bank-bank yang dinilai masih sehat. “Kalau untuk bank yang tidak sehat, pemiliknya kita minta setor atau jual asetnya ke bank lain atau pihak lain. Atau bisa pakai skema lain, skema merger dan skema LPS. Kita sudah koordinasi,” kata dia.
OJK mencatat dari sektor UMKM sebanyak 50 persen kredit diberikan restrukturisasi. Artinya, total dana yang tak akan masuk ke industri ini mencapai Rp 759 triliun.
“Kredit ini menjadi potensi mengganggu likuiditas bank dan lembaga karena tidak ada angsuran pokok dan bunga. Karena sudah ada subsidi jadi subsidi bunga ini sudah dikurangi dari potensi gangguan likuiditas, jadi kita lihat skema ini yang diperlukan adalah kalau asumsi 50 persen ini perlu pendanaan likuiditas Rp 115,2 triliun,” ujarnya.