MATA INDONESIA, JAKARTA – Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) kini masih dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Serikat Pekerja Transportasi Jalan Raya (SPTJR) pun mendukung draft RUU tersebut.
Ketua Umum SPTJR Noak Banjarnahor pun menganjurkan agar di masa pandemi corona (covid-19) ini, para buruh harus membangun solidaritas bersama pemerintah maupun pengusaha.
Ia lalu mengatakan bahwa sebenarnya para buruh juga sadar akan kondisi Indonesia saat ini. Di mana masih banyak pengangguran yang menungu kesempatan kerja. “Situasi ekonomi nasional saat ini sedang tertekan karena pandemi virus corona,” ujarnya di Jakarta, Jumat 10 April 2020.
Noak pun menghimbau agar para buruh ikut berempati dengan para pelaku usaha, investor dan juga pemerintah. Soalnya bila mereka terus merugi hingga mengalami goncangan akibat pandemi Covid-19. “Maka tidak mungkin mereka terus memaksakan diri melanjutkan bisnisnya dan terus menggaji pekerjanya,” katanya.
Maka ia pun mendukung draft RUU Ciptaker sebab tujuannya untuk mendorong perbaikan iklim perusahaan, investasi, lapangan kerja baru dan efisiensi birokrasi. Dengan begitu, iklim usaha bisa menjadi sehat seperti semula pasca Covid-19.
Noak pun tak ingin tergesa-gesa ikut arus menolak draft Omnibus Law Ciptaker ini. Dia melihat masih ada peluang bagi keterlibatan publik dalam penyempurnaan perumusan RUU tersebut.
“Saat inilah adalah ujian sesungguhnya bagi rakyat Indonesia, khususnya angkatan kerja produktif, Apakah akan memilih status quo dan turut memperburuk situasi, atau turut ambil bagian menjadi solusi bagi permasalahan bersama,” ujarnya.
Alasan lain mengapa ia tidak menolak omnibus ini adalah karena banyak hal positif lain yang dimuat dalam omnibus itu. Diantaranya adalah keberpihakan terhadap UMKM dan koperasi, serta pemangkasan terhadap jalur-jalur birokrasi yang dinilai rawan korupsi.
Noak lantas membuat perbandingan dengan negara maju lainnya. Kata dia, mengapa upah buruh lebih tinggi dari Indonesia, tetapi investasi disana tetap tinggi. Alasannya karena tidak ada lagi aturan birokrasi panjang yang tidak jelas, berbelit dan rawan korupsi.
“Korupsilah yang membuat investasi lari, bukan upah buruh. Sehingga korupsi yang harus diperangi, bukan mengurangi kesejahteraan buruh,” kata Noak.