MATA INDONESIA, JAKARTA – Dalam politik kita tidak bisa memilih yang terbaik, tetapi bagaimana mengeliminir hal yang terburuk, salah satunya adalah sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Jadi calon yang pernah mengusung isu itu sama dengan membawa beban yang sulit.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam podcast Thirty Days of Lunch yang dikutip, Kamis 24 April 2021.
Menurut Totok, panggilan Yunarto, isu SARA merupakan batasan yang harus dieliminir dalam sebuah kontestasi politik Pilkada, selain korupsi, pelecehan seksual dan sebagainya,
“Baik capres atau calon kepala daerah jika bermain dengan SARA dia sudah melanggar batasan paling elementer bagi seorang pemimpin,” ujar Totok.
Pemimpin yang memiliki beban seperti itu menurutnya berpotensi menjadi gagal karena tidak bisa mengelola segala kemungkinan yang ada untuk dijadikan kebijakan yang berguna bagi seluruh golongan.
Salah satunya pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 yang hingga kini pasti tercatat dalam di benak netizen dan kita semua karena menjadi catatan sejarah negara ini.