MATA INDONESIA, WASHINGTON – Sekelompok senator bipartisan Amerika Serikat (AS) mendesak pemerintah Presiden Joe Biden untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi pada junta militer Myanmar.
Termasuk di dalamnya menekan pendapatan untuk sebuah perusahaan energi negara. Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan represif junta militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa.
Senator Jeff Merkley, seorang Demokrat, dan Marco Rubio, seorang Republikan, serta empat lainnya mendesak Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Menteri Keuangan, Janet Yellen dalam sebuah surat untuk mencari jalan baru untuk mendukung rakyat Myanmar dalam perjuangan berkelanjutan untuk demokrasi menghadapi meningkatnya kejahatan terhadap kemanusiaan.
Para senator ingin pemerintahan Biden menghentikan royalti yang mengalir dari bisnis termasuk perusahaan energi utama AS, Chevron Corp (CVX.N) ke Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar atau MOGE – sebuah badan di dalam Kementerian Energi.
Sebagai catatan, MOGE memberikan dukungan keuangan kepada para pemimpin militer, termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing – yang sudah berada di bawah sanksi AS.
Kelompok hak asasi manusia juga turut mendesak perusahaan energi termasuk Chevron dan Total (TOTF.PA) untuk memutuskan hubungan dengan Myanmar setelah militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari, menahannya, dan menindak para pengunjuk rasa.
Pendapatan gas dari usaha bersama yang melibatkan perusahaan seperti Total dan Chevron adalah sumber pendapatan devisa tunggal paling signifikan bagi pemerintah Myanmar. Di mana menghasilkan pembayaran tunai sekitar 1,1 miliar USD per tahun, melansir Reuters, Rabu, 28 April 2021.
Chevron membayar sekitar 50 juta USD ke Myanmar antara tahun 2014 dan 2018, menurut Prakarsa Transparansi Industri Ekstraktif, yang berupaya meningkatkan transparansi dalam bisnis internasional.