Sedihnya! Dua Bahasa Daerah di Bengkulu Bakal Punah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Dua bahasa daerah dari Provinsi Bengkulu, yaitu bahasa daerah Rejang dan Enggano, terancam punah. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kantor Bahasa Bengkulu Yanti Riswara. Namun, hanya Bahasa Melayu Bengkulu yang kondisinya masih tergolong aman.

“Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyebutkan bahwa ada 11 bahasa daerah yang terancam punah, termasuk dua bahasa daerah dari Bengkulu, yaitu bahasa Rejang dan Enggano,” katanya di Bengkulu, Kamis 5 Agustus 2021.

Dia mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan Badan Bahasa dan Balai/Kantor Bahasa se-Indonesia, ada tiga bahasa daerah di Provinsi Bengkulu, yaitu bahasa Rejang, bahasa Melayu Bengkulu, dan bahasa Enggano.

Saat ini, selain bahasa Rejang dan Enggano, bahasa daerah lain yang terancam punah sebagian besar berasal dari Indonesia bagian timur, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.

Pihaknya berharap bahasa daerah Enggano dan Rejang yang merupakan bahasa asli masyarakat Provinsi Bengkulu tidak ikut punah karena perkembangan zaman.

“Untuk menjaga agar bahasa-bahasa daerah yang ada di Bengkulu tidak sampai punah, masyarakat harus kembali menghidupkan bahasa daerah tersebut dengan melakukan upaya agar generasi muda tetap menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama agar bahasa tidak punah, yaitu: pertama, pengajaran muatan lokal bahasa daerah; kedua, setiap keluarga kembali menggunakan bahasa daerah di lingkungan keluarga masing-masing; dan ketiga, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendukung pelestarian bahasa daerah, dengan membuat program-program pembinaan bahasa daerah, termasuk membuat kamus.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini