SDGs Terdampak COVID-19, Ini Strategi yang Disiapkan Bappenas

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pandemi COVID-19 yang masih menghantui Indonesia membuat target program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) terdampak.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pun memutar otak untuk mencari solusi terkait kondisi itu. “Kami sudah menyiapkan rencana SDGs 2020-2030 tapi tidak menyangka ada pandemi COVID-19 jadi perlu draf baru untuk mengubah rencana pelaksanaannya,” kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat 15 Mei 2020.

Saat ini, kata dia, pihaknya sedang merumuskan draf Rencana Aksi Nasional (RAN) 2020–2024 serta skenario jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mencapai tujuan SDGs pascapandemi COVID-19. Pun menyiapkan langkah antisipatif dalam rangka memitigasi terdampaknya sejumlah target SDGs akibat pandemi COVID-19 seperti tujuan pertama yaitu Tanpa Kemiskinan.

Arifin mengatakan tujuan tersebut terdampak karena pandemi COVID-19 menurunkan pendapatan kelompok rentan dan miskin serta meningkatkan risiko bagi kelompok menengah untuk turun menjadi kelompok miskin.

“COVID-19 menjadi musuh bersama sehingga kita berharap SDGs dapat menjadi solusi bersama. Untuk itu perlu membuat SDGs sebagai kerangka program pertumbuhan,” ujarnya.

Tujuan SDGs kedua yang terdampak adalah Tanpa Kelaparan karena logistik pangan terganggu akibat PSBB serta akses terhadap pangan menurun akibat PHK. Ketiga adalah Kehidupan Sehat dan Sejahtera karena COVID-19 menyasar sektor kesehatan sehingga perlu pembenahan serta reformasi baik dari sisi akses, pelayanan, maupun alat kesehatan sebagai antisipasi terjadinya pandemi lain.

Selanjutnya tujuan SDGs keempat, kata Arifin, yaitu Pendidikan Berkualitas karena COVID-19 mengubah pola belajar dan mengajar di sekolah sehingga perlu mengoptimalkan infrastruktur TIK, memperluas teknologi internet bagi keluarga miskin dan rentan, serta menyiapkan guru mengajar secara daring.

Tujuan SDGs kelima yakni Kesetaraan Gender karena telah mengalami perubahan akibat layanan kesehatan produksi terganggu dan beban kerja perempuan di rumah tangga meningkat.

Tujuan SDGs keenam adalah Sektor Ekonomi tertekan terutama pada industri akibat terdampak COVID-19 sehingga berpengaruh pada ketenagakerjaan dan laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun menjadi 2,3 persen.

Tujuan SDGs ketujuh adalah Energi Bersih dan Terjangkau karena saat ini harus menghadapi tantangan akibat penurunan harga komoditas energi fosil sehingga Bappenas berusaha agar pengembangan energi terbarukan tidak terhenti dan tetap tercapai.

Tujuan SDGs berikutnya adalah Berkurangnya Kesenjangan karena jika tidak ada intervensi maka tingkat kemiskinan pada 2020 bisa mencapai 10,54 persen, namun melalui intervensi maka dapat ditekan menjadi 9,24 persen.

Namun Arifin pun menyebut bahwa pandemi COVID-19 turut mempermudah pemerintah dalam mencapai beberapa target SDGs. Alasannya, karena ada perbaikan pada kualitas udara dan air, berkurangnya emisi karbon dan perdagangan satwa liar, serta meningkatnya keanekaragaman hayati.

“Tapi pengolahan sampah perlu diperhatikan khususnya sampah medis yang menyumbang banyaknya sampah plastik,” kata dia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini