MATA INDONESIA, ANKARA – Israel dan Turki mengumumkan era baru dalam hubungan diplomatik kedua negara setelah lebih dari satu dekade bermusuhan. Hal ini ditandai dengan kunjungan Presiden Israel, Isaac Herzog ke ibu kota Turki, Ankara.
Perjalanan Herzog ke Turki, yang mencakup pembicaraan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan, adalah yang pertama oleh seorang Presiden Israel sejak 2007. Sebelumnya, mendiang Shimon Peres yang berpidato di parlemen Turki.
Presiden Erdogan menggambarkan kunjungan Presiden Israel sebagai sejarah dan titik balik dalam hubungan kedua negara. Ia mengatakan, Turki siap untuk bekerja sama dengan Israel di sektor energi.
“Tujuan bersama kami adalah untuk merevitalisasi dialog politik antara negara kami berdasarkan kepentingan bersama dan menghormati kepekaan bersama,” ucap Presiden Erdogan, melansir Al Jazeera, Kamis, 10 Maret 2022.
Sementara Presiden Israel mengatakan bahwa kunjungannya ke Turki adalah momen yang sangat penting bagi hubungan keduanya negara.
“Ini adalah momen yang sangat penting bagi hubungan antara negara kita dan suatu kehormatan besar bagi kita berdua untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan hubungan persahabatan antara negara dan bangsa kita, dan untuk membangun jembatan yang penting bagi kita semua”, kata Herzog.
Namun, kedua pemimpin mengakui bahwa perbedaan tetap ada, yakni pada masalah Palestina.
“Kami menyatakan pentingnya kami melampirkan untuk mengurangi ketegangan di kawasan itu dan melestarikan visi solusi dua negara,” sambung Erdogan.
“Saya menggarisbawahi pentingnya kita melampirkan status historis Yerusalem dan pelestarian identitas agama dan kesucian Masjid Aqsa, Masjid Al-Aqsa di Kota Tua bersejarah Yerusalem,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Israel merebut Yerusalem Timur dengan situs-situs suci Yahudi, Kristen, dan Muslim. Ini merupakan titik nol emosional dari konflik yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad.
Pada perang tahun 1967, Israel menganeksasi wilayah tersebut dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional. Para pemimpin Palestina bersikeras menegaskan, Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza.
“Kita harus sepakat sebelumnya bahwa kita tidak akan setuju dalam segala hal, itu adalah sifat hubungan dengan masa lalu yang kaya dengan kita,” kata Herzog.
“Tetapi ketidaksepakatan yang ingin kami selesaikan dengan saling menghormati dan keterbukaan, melalui mekanisme dan sistem yang tepat, dengan pandangan untuk masa depan bersama,” tuntasnya.
Turki memiliki hubungan dekat dengan Hamas – kelompok yang memerintah Jalur Gaza. Sementara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris.