MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menegaskan bahwa tindakan Cina memberi sanksi kepada mantan pejabat administrasi tidak produktif dan sinis. Ia pun mendesak warga AS untuk mengutuk Cina atas tindakan tersebut.
Beijing mengumumkan sanksi terhadap mantan Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo dan 27 pejabat AS lain di bawah mantan Presiden Donald Trump, karena telah merencanakan, mempromosikan, dan melakukan langkah-langkah yang telah mengganggun urusan dalam negeri Cina.
Sanksi ini melarang mantan pejabat dan anggota keluarga memasuki Cina. Bukan hanya itu, sanksi ini juga membatasi perusahaan yang terkait dengan mereka untuk melakukan bisnis di Negeri Tirai Bambu.
“Menerapkan sanksi ini pada Hari Pelantikan (Presiden AS) tampaknya merupakan upaya untuk memainkan perpecahan partisan,” ucap juru bicara Dewan Keamanan Nasional Biden Emily Horne dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters, Kamis, 21 Januari 2021.
“Warga Amerika dari kedua belah pihak harus mengkritik langkah yang tidak produktif dan sinis ini. Presiden Biden berharap dapat bekerja dengan para pemimpin di kedua belah pihak untuk memposisikan Amerika untuk mengalahkan Cina,” sambungnya.
Sebagai catatan, Pompeo melakukan sederet tindakan terhadap Cina pada moment terakhir masa jabatannya. Ia mengatakan bahwa Cina telah melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap Muslim Uighur.
Pun dengan pengganti Biden, Antony Blinken juga mengatakan bahwa Cina merupakan tantangan paling signifikan bagi AS dari negara mana pun dan ia percaya, ada dasar yang sangat kuat untuk membangun kebijakan bipartisan AS untuk melawan Beijing.
“Apa yang disebut determinasi oleh Pompeo ini tidak lain adalah kertas. Politisi AS ini terkenal karena kebohongan dan kecurangannya, menjadikan dirinya sebagai bahan tertawaan dan badut,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina.
Beijing sendiri telah berulang kali menolak tuduhan pelecehan di wilayah Xinjiang, di mana panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, setidaknya 1 juta warga Uighur dan Muslim lainnya ditahan di sejumlah kamp.