Rupiah Tersungkur ke Zona Merah di Awal Pekan, Ini Sebabnya

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup di zona merah di awal pekan, 18 November 2019. Mengutip data RTI Business, rupiah berada di posisi Rp 14.077 per dolar AS atau melemah tipis 0,03 persen.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pergerakan rupiah dibayangi oleh sejumlah sentimen dari luar negeri di antaranya sebagai berikut.

Pertama, soal perang dagang AS-China. Ada kabar baik bahwa Washington dan Beijing dapat segera menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri perang perdagangan yang telah menjadi hambatan pada pertumbuhan ekonomi global.

Kedua, soal Brexit. Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan semua kandidat Partai Konservatif pada pemilihan 12 Desember nanti telah berjanji untuk mendukung kesepakatan Brexit-nya. Itu juga didukung oleh jajak pendapat baru yang menunjuk ke kemenangan Konservatif.

Ketiga, investor akan mengawasi perkembangan demo di Hong Kong. Di mana polisi menjebak ratusan pengunjuk rasa di dalam sebuah universitas besar, menutup jalan di daerah itu setelah hampir dua hari berturut-turut terjadi pertikaian yang telah menimbulkan kekhawatiran akan pertikaian berdarah dengan kedua belah pihak menolak untuk mundur.

“Gejolak itu bisa memukul harga saham Hong Kong dan bisa merusak mata uang sensitif risiko di kawasan itu, seperti dolar Australia,” ujar Ibrahim sore ini.

Keempat, soal risalah pertemuan kebijakan terakhir Federal Reserve (Bank Sentral AS). Risalah ini menegaskan kembali bahwa ekonomi AS solid dan pengaturan kebijakan moneter saat ini tepat untuk mendukung dolar.

Sementara dari dalam negeri, pergerakan rupiah dipengaruhi oleh data neraca perdagangan Indonesia yang di luar dugaan membukukan surplus pada Oktober.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13 persen secara tahunan dan impor turun 16,39 persen secara tahunan. Ini membuat neraca perdagangan surplus 160 juta dolar AS.

“Namun surplus perdagangan ini tidak selamanya positif, ada risiko yang terkandung di dalamnya,” kata Ibrahim.

Selain itu, pergerakan rupiah turut dibayangi oleh rencana Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan data pertumbuhan angka kredit perbankan untuk periode September 2019 pada hari Rabu nanti.

“Begitupun dengan suku bunga acuan, diramalkan sejumlah ekonom bakal ditahan di level 5 persen, lantaran sepanjang tahun ini BI telah memangkasnya sebanyak 100 basis poin,” ujarnya.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini